Selasa, 30 Agustus 2016

Pendekatan Ekspresif Menurut M.H Abrams



Abrams merupakan salah satu pencipta teori sastra yang sangat berpengaruh, dalam bukunya The Mirror and The Lamb dia menjelaskan definisi-definisi yang berkaitan dengan istilah kesusastraan, oleh karena itu bukunya menjadi salah satu pegangan wajib bagi para penelaah sastra. selain menjadi wejangan dasar bagi para penelaah sastra, dalam bukunya Abrams juga mengklasifikasikan teori satra menjadi empat kelompok, yakni: objective theory, mimetic, espresif, dan pragmatik.
Keempat landasan teori yang dikemukakan oleh abrams tersebut, wajib diketahui oleh setiap penelaah sastra. untuk itu, kita akan melihat penjelasan setiap kelompok teori sastra yang diusung oleh Abrams agar mendapatkan pengetahuan yang lebih mendalam mengenai penganalisisan karya sastra.
Jika teori mimetik melihat bahwa karya sastra menupakan bentuk peniruan alam semesta, maka pada terori ekspresif sastra lebih dekat hubungannya dengan kajian biografis. Sastra dinilai tidak pernah lepas dari manifesto si pengarang. Dalam karya sastra, penulis tidak hanya mengekspressikan perasaan yang dimilikinya tetapi juga memberikan ide dan pandangannya terhadap masalah tertentu.

Meskipun teori ekspresif ini lebih cenderung dekat dengan pengkajian biografi, namun keduanya tidaklah sama. Dalam pengkajian biografi fokus utama penganalisisan adalah diri si pengarang, sedangkan dalam teori ekspresif yang menjadi fokus kajian tidak hanya berupa diri si pengarang itu saja, tetapi juga ide-ide, pikiran, perasaan, dan ciptaan dari si pengarang.

Teori ekspresif ini memungkinkan untuk dikolaborasikan dengan teori-teori yang lain, seperti contoh penganalisisan karya-karya yang bersifat postcolonial terutama yang terfokus dengan studi orientalisme. Kita dapat melihat karya sastra sebagai alat dari si pengarang untuk menyampaikan ide-ide colonialnya, dengan melihat hubungan antara karya sastra, niai-nilai colonialisme, dan pemikiran-pemikiran dari si pengarang.

Dengan adanya teori ekspresif ini, maka terbantahlah asumsi bahwa karya sastra tidak dipengaruhi oleh aspek-aspek ekstrinsik yang meliputi keadaan sosial dan latar belakang dari si pengarang. Pengarang memegang peranan penuh terhadap karya yang dibuatnya, seningga pengarang bisa dengan mudah menambahkan nilai-nilai yang ada pada dirinya yang kemudian disampaikan kepada para pembaca lewat karya sastra yang dihasilkannya.

Pendekatan ekspresif adalah cara menilai karya sastra dengan cara menghubungkan karya satra dengan pengarangnya.
Pendekatan ekspresif ialah suatu pendekatan yang lebih mendasar pada pengarang sebagai pencipta karya satra tersebut dan lebih menitik beratkan kajiannya pada ekspresi perasaan dan temperamen penulis.
Pendekatan ekspresif tersebut mengenai batin dan perasaan seseorang yang kemudian di ekspresikan dan dituangkan kedalam bentuk karya satra dan tulisan hingga membentuk sebuah karya sastra yang bernialai rasa tersendiri, dan menurut isi kandungan yang ingin disampaikan oleh pengarang ( berupa karya seni).
Dalam keterangan diatas kita dapat mengetahui bahwa karya satra tidak dapat hadir bila tidak ada yang menciptakannya, sehingga pencipta karya sastra sangat penting kedudukannya dalam kegiatan kajian dan apresiasi sastra pikiran dan perasaan pengarang. Sebab pada hakikatnya karya satra ialah tuangan pengalaman penulis dari segala gagasan, cipta rasa, emosi, ide, angan-angan yang memandang suatu karya satra yang esensial sebagai dunia internal (pengarang) yang terungkap, sehingga menjadi dunia eksternal (berupa karya seni) sebagai perwujudan proses kreatif.

Pikiran dan perasaan pengarang adalah sumber utama dan pokok masalah dalam suatu novel misalnya, adalah sifat-sifat dan tindakan-tindakan yang berasal dari pemikiran pengarangnya, sehingga karya sastra merupakan sarana atau alat untuk memahami keadaan jiwa pengarang. Guna pendekatan ekpresif ini dimaksudkan untuk mengtahui sejauh mana keberhasilan pengarang dalam mengungkapkan gagasan-gagasan, imajinasi dan spontanitasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar