Perspektif
Sejarah dalam Pendidikan Islam
Orang-orang
Arab sebelum Islam hidup di kawasan yang sekarang dikenal dengan nama semenanjung
Arabia atau ada yang menyebutkan daerah Bulan Sabit Subur. Kehidupannya
sangatlah sederhana dan bersahaja yang diatur oleh suasana padang pasir dengan
kegersangannya dan kabilah atau kelompok-kelompok di dalamnya. Tidak terdapat
kesatuan politik yang menyatukannya, tetapi mereka hidup berpuak-puak dalam
keadaan perpecahan sosial dan politik. Di kalangan mereka hanya terdapat syair
yang di senandungkan di pasar-pasar sastra yang terkenal diantaranya Ukaz,
Zil-Majaz dan lain-lain. Mereka menyembah berhala, meminum khamr, bermain judi,
dan percaya pada sihir-sihir dan memperdagangkan hamba sahaya. Sungguh suatu
gambaran kehidupan yang kejam, yang bertahan hanyalah mereka yang bisa
mengalahkan yang lemah dan yang lemah hanya menunggu saat kematiaanya di atas
tangan yang kuat karena itulah peperangan terus berjalan untuk mempertahankan
kehidupan mereka masing-masing.
Kota Mekkah mendapat keistimewaan yang khas dengan adanya
Baitullah di sana, yaitu rumah yang dibina oleh Nabi Ibrahim A.S di
samping ia juga menjadi pusat perdagangan yang terpenting. Perdagangan
merupakan jalan-jalan terutama yang menghubungkan orang-orang Arab dengan dunia
luar. Kelas kaya disitu terdiri dari kelas pedagang yang menarik perdagangan
dari Persia, Syam, dan Yaman. Di waktu itu negara Arab bertetangga dengan dua
kerajaan besar yang sudah maju perdabannya. Yang pertama adalah kerajaan Persia
di sebelah Timur dan yang kedua adalah kerajaan Romawi atau Byzantium di
sebelah Barat. Kerajaan Terakhir ini menguasai Iraq, Syam, Mesir dan Afrika
Utara.
Kedatangan Islam merupakan revolusi sosial yang
menyeluruh terhadap perpecahan dan kemunduran, dan dengan segera ia menyatukan
orang-orang Arab dibawah satu kekuasaan. Tetapi Islam sendiri bukanlah hanya
untuk penduduk semenajung Arabia sahaja, tetapi untuk orang-orang Arab dan
bukan Arab sekaligus. Dari situlah mulai perutusan Islam menemukan jalan keluar
semenanjung untuk memperkenalkan agama baru itu. Dibawah bendera agama baru itu
dapatlah orang-orang Arab mengalahkan dua kerajaan besar dizamannya (pada awal
abad ketujuh masehi). Bahkan belum berlalu tiga perempat abad dari wafatnya
Rasulullah SAW, bendera Islam sudah berkibar di suatu kawasan luas yang
terbentang dari lautan hindia disebelah Timur sampai lautan Atlantik disebelah
Barat (Langgulung, 1987: 67).
Perbedaan antara Arabisme dan Islam tidak dapat kita
fahami kecuali melalui penelitian yang cermat terhadap asas sejarah
terbentuknya dunia Islam itu. Islam pada prinsipnya tidak membawa ideologi ras
dan etnik seperti agam Yahudi, yang pengikutnya mengaku bahwa merekalah rakyat
Tuhan yang terpilih (the chosen people of God), tetapi Islam untuk manusia
seluruhnya. Itu sebabnya Islam dengan mudah berkembang di luar semenanjung
Arabia. Yang membawa bendera perkembangan Islam itu adalah orang-orang Arab
sendiri sebab al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab, dan diterima oleh seorang
Nabi dari bangsa Arab. Begitulah perkembangan agama Islam disertai dengan
ekspansi bangsa Arab. Ekspansi itu begitu besar sehingga meliputi berbagai
penjuru dunia, tetapi hasilnya tidak satu bentuk saja bagi seluruh dunia Islam.
Dunia Islam mencapai puncak kegemilangannya ketika
menjadi asas kesatuan fikiran dan merupakan lingua franca dunia selama empat
abad semenjak abad kedelapan sampai abad kedua belas. Dipelajari oleh banyak
orang-orang bukan Arab sebagai bahasa budaya dan ilmiah dan digunakan sebagai
bahasa penulisan. Ulama-ulama Islam baik Arab, Persi, dan Turki malah
orang-orang Indonesia dan Melayupun menggunakan bahasa Arab dalam
karangan-karangannya, walaupun mereka juga menggunakan bahasa Negeri
masing-masing.
Seiring dengan sejarah pertumbuhan dan perkembangan agama
Islam tersebut di dalamnya terdapat tujuan visi dan misi pendidikan bagi para
pengikutnya. Perkembangan tersebut memiliki dinamika yang berubaha sesuai
dengan zaman dan kodrat dari seorang manusia itu sendiri selaku pengikutnya.
Sehingga pendidikan dalam agama Islam tersebut menjadi titik acuan kepada para
pengikutnya untuk lebih dalam mengenal agamanya sendiri. Maka dari itu dalam artikel
tersebut penulis membahas tentang sekilas pandangan sejarah pendidikan dalam
dunia Islam, mulai dari kelahirannya, perkembangannya pada masa keemasan,
hingga pada masa kehancuran, dan terakhir masa
pembaharuan kembali.
Kata
sejarah dalam bahasa Arab disebut tarikh, yang menurut bahasa berarti ketentuan
masa. Sedangkan menurut istilah berarti keterangan yang telah terjadi
dikalangannya pada masa yang telah lampau atau pada masa yang masih ada. Kata “Tarikh”
juga dipakai dalam arti perhitungan tahun, seperti keterangan mengenai tahun
sebelum atau sesudah masehi dipakai sebutan sebelum atau sesudah Tarikh
Masehi. Kemudian yang dimaksud dengan ilmu tarikh atau ilmu sejarah, ialah
suatu pengetahuan yang gunanya untuk mengetahui keadaan-keadaan atau
kejadian-kejadian yang telah lampau maupun yang sedang terjadi di kalangan
umat.
Dalam bahasa Inggris sejarah disebut History ,
yang berarti pengalaman masa lampau dari pada umat manusia “the past experience
of mankind. Pengertian selanjutnya memberikan makna sejarah sebagai catatan
yang berhubungan dengan kejadian-kejadian masa silam yang di abadikan dalam
laporan-laporan tertulis dan dalam ruang lingkup yang luas. Kemudian sebagai
cabang ilmu pengetahuan sejarah mengungkap peristiwa-peristiwa masa silam, baik
peristiwa sosial, politik, ekonomi, maupun agama dan budaya dari suatu bangsa,
negara atau dunia.
Pokok persoalan sejarah senantiasa akan sarat dengan
pengalaman-pengalaman penting yang menyangkut perkembangan keseluruhan keadaan
masyarakat. Oleh sebab itu, menurut Sayid Quthub “sejarah bukanlah
peristiwa-peristiwa, melainkan tafsiran peristiwa-peristiwa itu, dan pengertian
mengenai hubungan-hubungan nyata dan tidak nyata, yang menjalin seluruh bagian
serta memberinya dinamisme dalam waktu dan tempat (Quthub, Konsepsi Sejarah
dalam Islam:18).
Berangkat dari persoalan pengertian sejarah sebagaimana
yang dikemukakan diatas, maka dapat dirumuskan pengertian tentang “sejarah
pendidikan Islam” atau “Tarikhut Tarbiyatul Islamiyyah” sebagai berikut
: a. Keterangan mengenai pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam dari
waktu ke waktu yang lain sejak zaman lahirnya Islam sampai pada masa sekarang
dan b. Cabang ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan pertumbuhan dan
perkembangan pendidikan Islam, baik dari segi ide dan konsepsi maupun segi
institusi dan operasionalisasi sejak zaman Nabi Muhammad SAW sampai sekarang (Zuhairini,
1985: 2).
Sejarah
biasanya ditulis dan dikaji dari sudut pandangan suatu fakta atau kejadian
tentang peradaban bangsa. Maka objek sejarah pendidikan Islam mencakup
fakta-fakta yang berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan pendidikan
Islam baik informal, formal, maupun non formal. Dengan demikian akan diperoleh
apa yang disebut sejarah serba objek. Dan hal ini sejalan dengan peranan agama
Islam sebagai agama dakwah menyeru kebaikan mencegah kemungkaran, menuju
kehidupan yang sejahtera lahir dan batin (material dan spiritual). Namun
sebagai cabang ilmu pengetahuan, obyek sejarah pendidikan Islam umunya tidak
jauh berbeda dengan yang dilakukan dalam obyek-obyek sejarah pendidikan,
seperti mengenai sifat-sifat yang dimilikinya. Dengan perkataan lain bersifat
menjadi “sejarah serba subjek”.
Mengenai metode sejarah pendidikan Islam, walaupun
terdapat hal-hal yang sifatnya khusus, akan tetapi berlaku kaidah-kaidah yang
ada dalam penulisan sejarah. Kebiasaan daripada penelitian dan penulisan
sejarah meliputi suatu perpaduan khusus keterampilan intelektual. Sejarawan
harus menguasai alat-alat analisis untuk menilai kebenaran materi-materi
sumbernya, dan perpaduan untuk mengumpulkan dan menafsirkan materi-materi itu
ke dalam kisah yang penuh makna. Sebagai seorang ahli, maka sejarawan harus
mempunyai suatu kerangka berpikir kritis baik dalam mengkaji materi maupun
dalam mengungkapkan sumber-sumbernya. Selain itu ia juga membutuhkan
keterampilan menangkap dan merasakan secara luas hubungan-hubungan yang serba
kompleks. Penguasaan ilmu yang luas akan memudahkan pemahaman dari berbagai
konteks, membanding dan merasakan dampak serta mengkaitkan data dengan
peristiwa-peristiwanya. Sehubungan dengan ini H. Munawar cholil mengemukakan
bahwa, pengetahuan yang diperlukan sebagai alat menyusun sejarah itu cukup
banyak, tetapi yang perlu diketahui terlebih dahulu adalah ilmu bumi
(takhtithul ard), ilmu isi bumi (tabaqathul ard), dan ilmu negara
(taqwimul-buldan) (Cholil, 1969:16).
Sampai dengan pertengahan abad 19, sarjana sejarah
umumnya mengambil tema-tema luas, menampilkan seluruh sejarah nasional dalam
berbagai karya-karya besar. Sejak waktu itu penelitian sejarah diarahkan pada
lebih banyak topik-topik khusus, dengan berbagai cara penetapan sesuai dengan
kecenderungan penulisnya, atau kepada masalah-masalah nasionalnya atau kepada
sumber materi yang belum digali. Topik kajian sejarah, apa saja peristiwanya
baik yang berhubungan dengan sang tokoh, maupun institusinya, harus mempunyai
relevansi dengan kehidupan masyarakat secara keseluruhan. Disini nampak bahwa
metode deskriptif dan analitis merupakan kunci dalam penyusunan sejarah pada
umumnya.
Akan tetapi, mengingat bahwa objek sejarah pendidikan
Islam sangat sarat dengan nilai-nilai agamawi, filosofi, sosiologi, dan
psikologi, maka perlu menempatkan objek sasarannya itu secara utuh, menyeluruh
dan mendasar. Sesuai dengan sifat dan sikap itu, maka metode yang harus
ditempuh pertama-tama deskriptif, kemudian komparatif dan ketiga
analisis-sintesis tanpa menyingkirkan nilai agamawi tadi. Dengan cara
deskriptif dimaksudkan bahwa ajaran-ajaran Islam, sebagai agama yang dibawa
oleh Rasulullah SAW dalam al-Qur’an dan Hadits, terutama yang berhubungan
dengan pengertian pendidikan, harus diuraikan sebagaimana adanya, dengan maksud
untuk memahami makna yang terkandung dalam ajaran tersebut.
Kemudian dengan cara komparatif dimaksudkan bahwa
ajaran-ajaran Islam itu dikomparasikan dengan fakta-fakta yang terjadi dan
berkembang dalam kurun-kurun serta di tempat-tempat tertentu untuk mengetahui
adanya persamaan dan perbedaan di dalam suatu permasalahan tertentu, sehingga diketahui
pula adanya garis yang tertentu yang menghubungkan pendidikan Islam dengan
pendidikan yang dibandingkan. Dalam hal ini khusunya yang berkaitan antara
pendidikan Islam dan pendidikan nasional.
Ketiga, dengan pendekatan analisis-sintesis. Pendekatan
analisis artinya secara kritis membahas, meneliti istilah-istilah,
pengertian-pengertian yang diberikan oleh Islam, sehingga diketahui adanya
kelebihan dan kekhasan pendidikan Islam. Dan sintesis dimaksudkan untuk
memperoleh kesimpulan yang di ambil guna memperoleh satu keutuhan dan
kelengkapan kerangka pencapaian tujuan serta manfaat penulisan sejarah
pendidikan Islam.
2.3 Kegunaan Sejarah Pendidikan Islam
Secara umum
sejarah mengandung kegunaan yang sangat besar bagi kehidupan umat manusia.
Karena sejarah menyimpan atau mengandung kekuatan yang dapat menimbulkan
dinamisme dan melahirkan nilai-nilai baru bagi pertumbuhan serta perkembangan
kehidupan umat manusia. Sumber utama ajaran Islam (al-Qur’an) mengandung cukup
banyak nilai-nilai kesejarahan, yang langsung atau tidak langsung mengandung
makna yang besar, pelajaran yang sangat tinggi dan pimpinan utama, khususnya
bagi umat Islam. Maka tarikh dan ilmu tarikh (sejarah) dalam Islam menduduki
arti penting dan mempunyai kegunaan dalam kajian tentang Islam. Oleh sebab itu
kegunaan sejarah pendidikan Islam meliputi dua aspek, yaitu kegunaan yang
bersifat umum dan kegunaan yang bersifat akademis.
Yang bersifat umum, sejarah
pendidikan Islam mempunyai kegunaan sebagai faktor keteladanan. Hal ini sejalan
dengan makna yang tersurat dan tersirat dalam firman Allah.
لقد
لكم فى رسول الله أسوة حسنة ... (الأحذاب 21)
Demi
sesungguhnya, Rasulullah itu adalah contoh teladan yang baik bagi kamu sekalian
(Q.S. 33:21)
قل
إنكنتم تحبّون الله فاتبعوانى يحببكم الله ...(آل عمران 31)
Katakanlah
olehmu (Muhammad) : jika kamu sekalian cinta kepada Allah, maka hendaklah ikut
akan daku, niscaya Allah cinta kepada kamu. (Q.S. 3:31)
و
اتبعوه لعلكم تهتدون (الأعراف 158)
Dan
hendaklah kamu mengikut akan dia (Nabi Muhammad) supaya kamu mendapatkan
petunjuk (Q.S. 7: 158)
Berpedoman pada tiga ayat di atas,
maka umat Islam dapat meneladani proses pendidikan Islam semenjak zaman
kerasulan Muhammad SAW, zaman Khulafa’ur Rasyidin, zaman ulama-ulama besar dan
para pemuka gerakan pendidikan Islam. Karena secara global bahwa proses
pendidikan Islam pada hakikatnya merupakan pengejewantahan (manifestasi)
daripada pemikiran mereka tentang konsepsi Islam di bidang pendidikan, baik
teoritik maupun pelaksanaannya (masa Nabi dan seterusnya). Ini yang membawa
kesinambungan (kontinuitas) dan menimbulkan mitos yang mencakup segala-galanya.
Dan para ulama Islam sering mendengungkan akan pentingnya kegunaan tarikh dan
ilmu tarikh, seperti yang diungkapkan oleh H. Munawar Cholil, bahwa :
“sesungguhnya pengetahuan tarikh itu banyak gunanya, baik bagi urusan keduniaan
maupun bagi urusan keakhiratan. Barang siapa hafal (mengerti benar) tentang
tarikh bertambahlah akal pikirannya. Tarikh itu bagi masa menjadi cermin.
Sesungguhnya tarikh itu menjadi cermin perbandingan bagi masa yang baru. Tarikh
dan ilmu tarikh itu pokok kemajuan suatu umat, mana kala ada suatu umat tidak
memperhatikan tarikh dan ilmu tarikh, maka umat itu tentulah akan ketinggalan
dibelakang (dalam kemunduran) dan dimana kala suatu umat sungguh-sungguh
memperhatikan tarikh dan ilmu tarikh, maka tentulah umat itu maju ke muka
(dalam kemajuan) (Cholil, 1969:26).
Yang bersifat akademis, kegunaan
sejarah pendidikan Islam selain memberikan perbendaharaan perkembangan ilmu
pengetahuan (teori dan praktek), juga untuk menumbuhkan perspektif baru dalam
rangka mencari relevansi pendidikan Islam terhadap segala bentuk perubahan dan
perkembangan kemajuan ilmu teknologi dan informasi. Kegunaan studi sejarah
pendidikan Islam diharapkan dapat :
1.
Mengetahui dan memahami pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam, sejak
zaman lahirnya sampai masa sekarang.
2.
Mengambil manfaat dari proses pendidikan Islam, guna memecahkan problematika
pendidikan Islam masa kini.
3.
memiliki sifat positif terhadap perubahan-perubahan dan pembaharuan-pembaharuan
sistem pendidikan Islam.
Selain itu sejarah pendidikan Islam
akan mempunyai kegunaan dalam rangka pembangunan dan pengembangan pendidikan
Islam. Dalam hal ini, sejarah pendidikan Islam akan memberikan arah kemajuan
yang pernah dialaminya dan dinamismenya sehingga pembangunan dan pengembangan
itu tetap berada dalam kerangka pandangan yang utuh dan mendasar.
2.4
Periodisasi Sejarah Pendidikan Islam
Sejarah pendidikan Islam pada hakikatnya tidak terlepas dari
sejarah Islam. Oleh sebab itu periodisasi sejarah pendidikan Islam dapat
dikatakan berada dalam periode-periode sejarah Islam itu sendiri. Secara garis
besar Dr. Harun Nasution membagi sejarah Islam ke dalam tiga periode, yaitu
periode klasik, pertengahan dan modern (Nasution, 1975:11).
Untuk lebih spesifik lagi, penulis
membagi periode perkembangan pendidikan Islam kepada empat periode sesuai dengan
ciri perkembangan pendidikan dari tiap-tiap periode sejarah tersebut.
2.4.1 Periode Pembinaan
Masa pertama kebangkitan Islam ditandai dengan masa kekuasaan
Syuraa oleh Khulafa’ur Rasyidin yang empat yang semasa dengan Rasulullah SAW..,
mendapat pengaruhnya dan memimpin penaklukan-penaklukan Islam yang pertama yang
berusaha meneguhkan kedudukan agama dan negara. Pada negara Umayyah kedudukan
khalifah itu diwarisi, sebab khalifah mengangkat orang yang akan
menggantikannya. Kekhalifahan berterusan selama kurang lebih sembilan puluh
tahun antara 40-132 H. pada permulaan pemerintahannya dipindahkannya ibukota
dari Madinah ke Damaskus. Kerajaan Umayyah bercorak Arab tulen walaupun ibu
kotanya berpindah dari jantung negeri Arab ke suatu kawasan dimana bertemu perdaban
Romawi dan Persi. Sastra dan Syair-syair maju, sedang seni bina Islam
terpampang di masjid Damaskus. Juga zaman Umayyah itu merupakan permulaan
gerakan terjemahan dari berbagai bahasa ke bahasa Arab, tetapi ini terbatas
kepada individu-individu dan mencerminkan keprihatinan perseorangan atau
usaha-usaha pribadi, sedang pada zaman kerajaan Abbasyiah ia mencerminkan suatu
sekolah yang lengkap dibawah pengawasan dan restu negara. Juga keprihatinan
terjemahan pada zaman Umayyah ini tertuju kepada ilmu (science) seperti
kedoktoran dan kimia, belum mencakup ilmu-ilmu akliah seperti matematik, logika
dan filsafat. Jadi ilmu-ilmu akliah ini adalah produk kerajaan Abbasyiah
sendiri (Langgulung, 1987:68-69).
Adapun uraian ciri-ciri perkembangan
pendidikan Islam pada periode ini dapat di uraikan sebagai berikut.
1.
Bersifat Arab dan Islam Tulen.
Periode pendidikan Islam ini berlanjutan semenjak bangkit atau
lahirnya Islam sampai akhir kerajaan Umayyah yang mempunyai ciri-ciri istimewa
bahwa ia bercorak Arab dan Islam tulen. Ini
disebabkan karena pengaruh mayoritas orang Arab sedangkan elemen-elemen
Islam yang baru belum menyerapi budaya yang sempurna. Juga karena unsur-unsur
Arab itulah yang utama sekali memberi arah pemerintahan politik, agama, dan
budaya.
Pada periode ini, terutama pada masa Umayyah diaturlah
lingkaran-lingkarang (halaqah) pelajaran di masjid-masjid, dan kemudian ini
menyebabkan timbulnya mazhab-mazhab, dan kelompok-kelompok Islam dan agama,
diantaranya adalah kelompok Khawarij, Syi’ah, dan Mu’tazilah. Tersiarnya
kelompok-kelompok tersebut menambah perhatian ahli-ahli untuk meneliti berbagai
masalah agama, seperti masalah qada dan qadar, jabr dan ikhtiar, orang yang
mengerjakan dosa besar, dan lain sebagainya. Jadi perhatian ditujukan pada
aspek-aspek agama dalam Islam, sedangkan orang Islam mengerjakan sesuatu dengan
bahasa dan budayanya sendiri. Seperti kata Sa’id al-Andalusi :
“orang-orang Arab pada permulaan Islam tidak menunjukkan perhatian
sedikitpun kepada ilmu kecuali dengan bahasanya dan hukum-hukum syariat,
kecuali tentang kedoktoran yang memang dimiliki oleh invidu-individu Arab. Juga
ia tidak melarang orang banyak mempelajarinya sebab mereka sangat
memerlukannya.”
2.
Berusaha Meneguhkan Dasar-dasar Agama Islam.
Wajar kalau pendidikan Islam pada
periode awal kehidupan Islam ini untuk berusaha menyebarkan agama dan ajaran-ajarannya.
Itu sebab kita dapati bahwa periode ini mempunyai ciri-ciri penaklukan Islam
untuk menyiarkan dan menguatkan prinsip-prinsip agama.
Para Khalifah juga mengutus
ulama-ulama keseluruh negeri-negeri dan bersama dengan tentara untuk menyiarkan
dakwa Islamiyah. Mereka juga menasihatkan gubernur-gubernurnya di seluruh
negeri bahwa sangatlah penting menyiarkan agama dan ajaran-ajarannya.
Khalifah Umar bin Abdul Aziz
mengutus ke Afrika Utara sepuluh ahli fiqih (fuqaha) untuk mengajar anak-anak
keluarga Barbar akan ajaran-ajaran yang dibawa oleh agam Islam.
3.
Prioritas pada Ilmu Naqliyah dan Bahasa.
Pada periode ini pendidikan Islam
memberi prioritas pada ilmu-ilmu naqliyah yang meliputi ilmu-ilmu agama yang
terdiri dari membaca al-Qur’an, tafsir, hadits, dan fiqih. Begitu juga
ilmu-ilmu yang berhubungan dengan ilmu di atas yaitu ilmu bahasa : Nahwu,
Sharf, bahasa, dan Sastra.kecenderungan naqliah dan bahasa dalam aspek budaya
pendidikan Islam ini sejalan dengan yang telah kita sebutkan bahwa pendidikan
pada zaman ini bercorak Arab dan Islam tulen yang terutama bertujuan
mengukuhkan dasar-dasar agama.
4.
Menunjukkan Perhatian pada Bahan Tertulis sebagai Media Komunikasi.
Datangnya Islam merupakan faktor
penting bagi munculnya kepentingan penulisan. Mula-mula sekali dirasa penting
penulisan itu ketika Nabi Muhammad SAW hendak menulis wahyu dan ayat-ayat yang
diturunkan. Beliau mengangkat orang-orang yang tahu menulis memegang jabatan
ini.
Orang yang mula-mula sekali menulis
wahyu Ubay bin Ka’ab al-Ansari, dan zaid bin Tsabit al-Ansari. Juga termasuk
penulis-penulis wahyu adalah Abdullah bin sa’ad bin Abi sarh al-qurasyi sebelum
menjadi murtad, Ustman bin Affan, Syurahbil bin Hasanah, Muawiyah bin Abi
Sofyan, dan hadlah bin al-Rabi.diriwayatkan oleh Ibnu Khaldun pada masa ini
para penulis belum sampai kepad taraf profesional disebabkan karena mereka
masih lemah dalam teknologi penulisan dan pada masa ini penulis masih
menggunakan media kulit-kulit tulang, pelepah kurma, dan batu-batuan sebagai
media tulisannya.
Disegi lain kita dapatikebutuhan
menulis perjanjian-perjanjian damai, piagam-piagam, dan lain-lain semenjak Nabi
Muhammad SAW merupakan faktor lain yang menekankan pentingnya penulisan,
kebutuhan ini belum timbul dulu.
Ketika khilafah berpindah ke bani
Umayyah bertambah banyaklah penulis karena bertambah banyaknya kepentingan
negara menjadi lima penulis : penulis surat-surat, penulis harta, penulis
tentara, penulis polisi, dan penulis qadi (hakim). Penulis surat-surat adalah
paling tinggi pangkatnya. Para khalifah tidak memberi jabatan ini kecuali kepad
keluarga dan teman-temannya. Keadaan ini berlanjut sampai ke zaman kerajaan
Abbasyiah.
Dewan adalah buku atau kumpulan
kertas-kertas yang ditulisi oleh anggita-anggota tentara dan pemberian. Mereka takrifkan
dewan sebagai tempat untuk memelihara yang berkenaan dengan hak-hak
pemerintahan yang terdiri dari pekerjaan, harta-harta dan tentara-tentara dan
pekerja-pekerja yang mengerjakannya. Sesudah itu diberi nama kepada semua
catatan-catatan pemerintah dan tempat dimana duduk orang-orang yang bekerja
pada catatan-catatan, ijazah-ijazah dan surat-surat (Kurdi Ali, 1934).
5.
Membuka Jalan Pengajaran Bahasa Asing
Kebutuhan mengajarkan bahasa-bahasa
asing semenjak hari-hari pertama Islam walaupun dalam sekop yang sempit adalah
akibat dari perhubungan orang-orang Islam dengan negeri-negeri lain dan
meluasnya daerah kekuasaan Islam diluar kawasan semenanjung Arabia, munculnya
kebutuhan mempelajari bahasa-bahasa asing, Nabi Muhammad SAW telah mengajak
sebagian sahabat-sahabatnya agar mempelajari bahasa-bahasa lain dari bahasa
Arab karena ada sebab-sebab keperluan untuk itu.
Kata Ibn Sa’ad dalam “al-Taubat
al-Kubro” bahwa Nabi SAW ketika kembali dari hudaibiyah pada bulan Zulhijjah
tahun keenam diutusnya utusan kepada raja-raja mengajak mereka masuk Islam,
ditulisnya surat-surat untuk itu. Dikatakan kepada beliau (Muhammad SAW) bahwa
raja-raja tidak membaca surat-surat yang tidak bercap. Nabipun membuat cincin
perak yang ditulisnya kata-kata : Muhammad Rasul Allah. Dicapnya surat-surat
itu dengan cincin itu.
Nabi
Muhammad SAW mengajak sahabat-sahabatnya mempelajari bahasa Ibrani, Siryani,
untuk menuliskan surat-suratnya. Diriwayatkan dari Zaid bin Tsabit bahwa Nabi
Muhammad SAW bersabda kepadanya : “aku menulis kepada kaum tetapi aku tahu
mereka menambahkan atau mengurangkan. Maka pelajarilah bahasa Siryani. Aku
mempelajari selama tujuh belas hari”.
Juga diriwayatkan dari Zaid bin
Tsabit bahwa Rasulullah SAW memintanya mempelajari tulisan Yahudi (Ibrani)
untuk mengurus surat menyurat Nabi kepada mereka. Zaid pun mengerjakannya. Ia
menulis kepada mereka dengan bahasa Nabi sebagaimana ia membacakan Nabi yang mereka
kirimkan kepada beliau.
Bagitulah pengajaran bahasa asing
menjadi kemestian dalam pendidikan Islam semenjak munculnya Islam untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang dimestikan oleh watak kemanusiaan dan
universal yang ada pada agama Islam.
6. Menggunakan
Surrau (kuttab) dan masjid.
Pendidikan Islam menggunakan
terutama sekali surrau dan masjid sebagai pusat pendidikan, karena sekolah
belum didirikan, begitu juga perpustakaan belum punya kedudukan penting dalam
periode ini. Surrau dan masjid memainkan peranan penting dalam pendidikan Islam
pada periode ini. Sebab pusat-pusat ini terus memainkan peranan penting ini
kemudian maka itu akan kita tangguhkan perbincangan tentang pusat-pusat
pendidikan ini.
2.4.2 Periode Keemasan
Pada periode ini kawasan-kawasan Islam sudah meliputi lautan
Atlantik di sebelah Barat dan perbatasan negeri Cina disebelah Timur, dan Asia
tengah di sebelah Utara ke Afrika Tengah di sebelah Selatan. Di negeri Eropalah
Islam berkembang sampai ke pegunugan Prans dan negeri Galila di sebelah Selatan
Negeri Perancis. Bangsa-bangsa di negeri-negeri yang luas ini tunduk di bawah
kekuatan Islam, dan memberi sumbangan pada suatu peradaban yang paling
cemerlang yang pernah di kenal dunia di antara peradaban-peradaban pemikiran
dan kebendaan sekaligus.
Periode sejarah peradaban Islam yang paling
cemerlang adalah periode khilafah Abbasyiah di Baghdad yang mengambil waktu
selama lima abad (750-1258 M) dan periode Umayyah di Spanyol (711-1492M) yang
terus berkembang hampir delapan abad.
Kata Gustave Lebon : “ Baghdad dan
Cordova sebagai dua pangkalan dimana berada kekuasaan Islam adalah di antara
pusat-pusat peradaban yang menyinari dunia dengan cahayanya yang gemerlapan
(Mursi, 1982:185).
Adapun
lebih jelasnya ciri-ciri perkembangan pendidikan Islam masa keemasan pada
periode tersebut sebagai berikut :
1. Perkembangan
Negara Islam di Timur dan Barat
Periode sejarah ini di Timur
berkaitan dengan kerajaan Abbasyiah, seperti telah dikatakan di atas. Pada
periode ini bahasa Arab berkembang di seluruh pelosok Asia, dengan cepat bahasa
Arab menggantikan bahasa-bahasa lama sehingga bahasa Arab bagi negara-negara
Timur seakan-akan seperti bahasa Latin bagi negeri-negeri Barat.
Pertanian dan industri maju, kekayaan alam
yang memenuhi kerajaan di Timur dan Barat, tambang-tambang besi di Khurasan,
tambang peluru di Karman, dan marmar di Turus. Juga dibuka sumber minyak dan
batu-batu permata (Langgulung, 1987:76).
Seni dan sastra mencapai puncak
kegemilangannya. Muncullah alf Lailah wa Lailah yang mengisi khayal para
penyair dan para sastrawan dan berkaitan dengan kehidupan Harun al-Rasyid.
Sekolahan-sekolahan, rumah sakit, labotarium kedokteran, teropong bintang telah
didirikan dimana-mana. Diantara pemimpin dan ulama-ulama pada periode ini
adalah dua ahli fiqih Islam yang agung Abu hanifah dan Malik yang hidup pada
awal pemerintahan Abbasyia. Keduanya hidup pada zaman khalifah Abbasyiah kedua
al-Mansur (754-775M).
Khalifah al-Makmun menunjukkan
perhatian besar pada pendidikan dan kesusastraan. Hal ini dilihat dari
perlakuannya mengumpulkan kitab-kitab yang ada di daerah kekuasaannya seperti
Syiria, Afrika, dan Mesir.
Islam
pada masa ini juga telah menduduki daerah spanyol lebih tepatnya di Andalusia,
betapa pendidikan dan syair berkembang pesat pada daerah tersebut, sehingga
banyak orang Eropa pun yang masuk ke dalam Andalusia untuk mempelajari ilmu
pengetahuan disana, bahkan Andalusia telah menjadi salah satu kota tujuan pendidikan ketika itu.
2.
Masuknya Ilmu Akal
Ilmu akal yang dimaksud penulis
disini adalah ilmu yang berkaitan dengan filsafat, matematika, geometrik,
aljabar, falak, kedoktoran, kimia, musik, sejarah, dan geografi.
Masuknya ilmu akal telah
mencerminkan periode baru dalam pendidikan Islam yang memungkinkan pemikiran
Islam menjalankan perannya untuk memperkaya pemikiran umat manusia.
Kumpulan ilmu akal ini memasuki
kurikulum pendidikan Islam di berbagai pusat pendidikan dan pengajaran,
terutama di sekolah-sekolah atau madrasah-madrasa yang masih memegang landasan
kurikulum berbasis pendidikan Islam.
3.
Timbulnya sekolah-sekolah
Periode ini menyaksikan munculnya
sekolah-sekolah yang belum begitu terkenal ketika itu. Nizam al-Mulklah yang
pertama mendirikan sekolah di dalam Islam. Pembinaan sekolah-sekolah ini
mencerminkan puncak pendidikan persekolahan Islam.
4.
Munculnya Pikiran-pikiran Pendidikan yang Unik
` Diantara ciri-ciri terpenting yang
memberikan keunikan pendidikan dalam Islam sepanjang periode ini adalah
terlibatnya ulama-ulama Islam menulis tentang judul atau tema pendidikan dan
pengajaran secara meluas dan dalam yang menunjukkan keprihatinan khusus dalam
hal tersebut. Pengarang yang pertama kali dalam hal ini adalah Ibn Sahnun. Pada
abad ketiga Hijrah, al-Qabisi pada abad keempat Hijrah dan banyak lagi yang
lain-lain, yang paling terkenal adalah Ibn Miskawaih dan al-Ghazali pada abad
keenam Hijriah. Burhanuddin al-Zarnuji yang wafat tahun 591 Hijriah telah
menulis buku : “Ta’lim Muta’allim Tariq at-Ta’allum” (mengajar murid-murid
cara-cara belajar) yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan sangat
terkenal dikalangan kaum Muslimin.
2.4.3
Periode Keruntuhan dan Kehancuran
Telah kita tinggalkan negara-negara Islam pada zaman pertengahan
yang telah mencapai puncak dan keagungannya yang menjadi obor peradaban dan
pengetahuan yang menerangi zaman renaisans di Eropa dan selanjutnya kebangkitan
modern. Periode itu menyaksikan kebangkitan pemikiran pendidikan Islam dan
kebangkitan dalam mendirikan lembaga-lembaga pendidikan. Tetapi akhirnya runtuh
dan menjadi beku tak dapat berkembang lagi. Keruntuhan ini dipercepat oleh
jatuhnya kerajaan Abbasyiah oleh serangan orang-orang Tartar dan Mongol pada
abad ketiga belas Masehi ketika kota Baghdad sebagai pusat ilmu dan kebudayaan
hancur sama sekali. Diwarisinya peninggalan kaum muslimin dan menggantikan
mereka sebagai penguasa.” Alangkah celakanya kemanusiaan dan kehancuran dunia
kalau ia diperintah oleh tangan umat yang jahil dan biadab, tidak punya agama,
ilmu, budaya, dan peradaban. (Al-Nadwi, 1974: 257).
Kemudian muncullah orang-orang Turki
dipanggung sejarah Islam sebagai kekuatan perang yang memungkikannya menguasai
rakyat Islam semenjak tahun 1517 M, ketika menguasai Mesir dan Syiria dan
sesudah itu kekuasaannya menjangkau seluruh pelosok dunia Islam. Bangsa-bangsa
Islam tidaklah merasa janggal diperintah oleh bangsa Turki dengan nama Islam,
bahkan itu semua membangkitkan cita-cita kembali untuk mengembalikan keagungan
Islam di tangan orang-orang Turki. Orang Turki mengambil bulan sabit sebagai
lambang agama dan perang. Sayang sekali bagi kaum Muslimin seba orang-orang
Turki tidak mencapai cita-cita ini. Mereka lebih sibuk membina kekuatan tentara
dan memperluas daerah kekuasaan sehingga ini menghabiskan tenaganya, dan pada
akhirnya mereka menjadi lemah dan lumpuh. Sampai datanglah masa terburuk bagi
mereka yaitu ketika mengalami kebekuan kehidupan pemikiran dan kebudayaan yang
apda akhirnya berakibat fatal terhadap dunia pendidikan Islam.
Umat Islam telah tidur nyenyak
selama empat abad kurang lebih, keadaan dunia Islam pada abad kesembilan belas
lebih buruk dari pada abad ketiga belas, jadi umat Islam terlambat enam abad.
Keadaan pendidikan tentu sudah tercermin oleh keadaan dan situasi tersebut.
Serangan Perancis yang di pimpin
oleh Napoleon pada tahun 1798 merupakan tanda bahaya yang memperingatkan pada
dunia Islam dan membuka matanya tentang kesenjangan peradaban yang berbahaya
antara Timur dan Barat.
Pemerintahan Turki Utsmani mempunyai
ciri-cir yang negatif dan positif yang mempunyai pengaruh besar terhadap
perkembangan peradaban di negara-negara Arab. Dari segi positif adalah adanya
ajakan untuk mengadakan pembaharuan dan perbaikan aqidah yang dilambangkan oleh
gerakan salafiyah yang di mulai oleh Muhammad bin Abd. Wahab dan diikuti oleh
Jamaluddiann al-Afghani., dari segi negatifnya adalah ajakan ke arab ke Baratan,
penaburan keraguan fikiran, dan penonjolan perbedaan-perbedaan rasial dan
etnik. Aspek tersebut dijelaskan dalam rincian tersebut :
1.
Gerakan Perbaikan Pendidikan Salafiyah
Negara Arab pada pertengahan kedua
abad kedelapan belas menyaksikan suatu gerakan yang berusaha menentang
kebekuan,kelemahan, dan keterbelakangan yang menimpa dunia Islamdi bawah
pemerintahan Turki Utsmani. Gerakan ini kemudian tersebar juga di luar
negara-negara Arab.
Gerakan pertama seperti ini di abad
modern muncul di tengah-tengah padang pasir semenanjung Arabia yang di pimpin
oleh Muhammad bin Abd Wahab dari Hijaz pada tahu 1758 M. Ia merupakan tokoh
yang memiliki pernyataan yang membenarkan pada keaslian Islam. Dari padang
pasir inilah ia mulai dari situ pulalah gerakan pembaharu mulai bergerak. Ia
adalah seorang pelopor yang banyak di ikuti oleh gerakan-gerakan Islam
pembaharu yang lain seperti gerakan Sanusiah di Libya, gerakan Mahdiyah di
Sudan, gerakan Pan-Islamisme yang di pimpin oleh Jamaluddin al-Afghani dan
murid-muridnya Muhammad Abduh.
Metode terpenting dalam gerakan
salafiyah untuk mencapai tujuannya adalah pendidikan dan pengajaran dakwah
memerangi buta huruf untuk menyiarkan dakwah dan mengharuskan pengikutnya
mempelajari membaca dan menulis walaupun bagaimana tuanya dan apa itu
pangkatnya.
Dakwah Wahhabiyah ferormistis ini
disokong oleh amir-amir saudi. Kemudian datanglah raja Abdul Aziz al-Saud,
disatukannya negara-negara dan didirikannya kerajaan Arab Saudi yang di bina di
atas asas-asas Islam dan mengajak kepada keadilan dan perdamaian.
Gerakan Sanusiyah di Libya memiliki
aktivitas pendidikan yang berpusat pada Zawiyah (pesantren-pesantren) yang
telah didirikannya di Barqah. Pada masa itu Zawiyah di anggap sebagai institut
ilmu, pusat reformasi, mahkamah untuk menyelesaikan perselisihan, dan sekolah
untuk menghafal al-Qur’an.
Jamalludin al-Afghani adalah seorang pelopor Pan-Islamisme, ialah
jiwanya yang menyala, pidato-pidatonya memberi pengaruh besar terhadap
masyarakat luas, sebab beliau menyeru kepada kebebasan dari aniaya dan
kediktaktoran. Kata-katanya berpengaruh sampai lubuk hati.
2.
Gerakan Pemberatan dan Penyesatan Pikiran.
Periode ini menyaksikan berbagai
seruan dan gerakan untuk membaratkan, meyesatkan, meragukan pemikiran dalam
Islam dan memerangi bahasa Arab yang merupakan media pokok untuk memahami
sumber-sumber pokok ajaran Islam. Di antara gerakan-gerakan itu adalah gerakan
Missionari, gerakan Zionisme, gerakan kembali pada bahasa pasar (ammiyah)
menggantikan bahasa baku (fushah) dan menggunakan huruf latin menggantikan
huruf Arab, serta munculnya tuntutan ras dan etnik yang merupakan suatu ciri
negatif yang lahir di dunia Islam di bawah pimpinan Turki Utsmani.
2.4.4 Periode Pembaharuan Kembali
Setelah warisan filsafat dan ilmu pengetahuan Islam di terima oleh
bangsa Eropa dan umat Islam sendiri sudah tidak memperhatikannya lagi maka
secara berangsur-angsur telah membangkitkan kekuatan di Eropa dan menimbulkan kelemahan
dikalangan umat Islam sendiri. Secara berangsur-angsur tapi pasti, kekuasaan
umat Islam di tundukkan oleh kekuasaan bangsa Eropa, dan terjadilah penjajahan
dimana-mana di seluruh wilayah yang pernah di kuasai oleh kekuasaan Islam.
Eksploitasi kekayaan dunia Islam oleh bangsa-bangsa Eropa, semakin memperlemah
kedudukan kaum Muslimin dalam segi kehidupannya.
Sebenarnya kesadaran akan kelemahan
dan ketertinggalan kaum muslimin dari bangsa Eropa dalam berbagai bidang
kehidupan ini telah timbul mulai abad ke 11 H/17 M dengan kekalahan-kekalahan
yang diderita oleh kerajaan Turki Utsmani
dalam peperangan dengan negara-negara Eropa. Kekalahan-kekalahan tersebut
mendorong raja-raja dan pemuka-pemuka kerajaan untuk menyelidiki sebab-sebab
kekalahan mereka dan rahasia keunggulan
lawan.
Dalam bidang pengembangan ilmu
pengetahuan modern dari Barat, untuk pertama kali dalam dunia Islam dibuka
suatu percetakan di Istanbul pada tahun 1727 M, guna mencetak berbagai macam
buku ilmu pengetahuan yang diterjemahkan dari buku-buku ilmu pengetahuan Barat.
Pendudukkan Mesir oleh Napoleon
Bonaparte tahun 1798 M adalah merupakan tonggak sejarah bagi umat Islam untuk
mendapatkan lagi kesadaran akan kelemahan dan keterbelakangan mereka. Ekspedisi
Napoleon tersebut bukan hanya menunjukkan akan kelemahan umat Islam, tetapi
juga sekaligus menunjukkan akan kebodohan umat Islam. Sehingga akhirnya timbul
berbagai macam usaha pembaharuan dalam segala bidang kehidupan, untuk mengejar
ketinggalan dan keterbelakangan mereka, termasuk usaha-usaha di bidang
pendidikan, diantaranya sebagai berikut :
1.
Pola-pola Pembaharuan dalam pendidikan Islam
Setelah memperhatikan berbagai macam
sebab kelemahan dan kemunduran umat Islam sebagaimana nampak pada masa
sebelumnya, dan denga memperhatikan sebab-sebab kemajuan dan kekuatan yang
telah dialami oleh bangsa-bangsa Eropa, maka garis besarnya terjadi tiga pola
pemikiran pembaharuan pendidikan Islam. Ketiga pola tersebut adalah (Zuhairini,
1985:117) :
·
Pola
pembaharuan pendidikan Islam yang berorientasi kepada pola pendidikan modern di
Eropa.
·
Berorientasi
dan bertujuan untuk pemurnian kembali ajaran Islam.
·
Berorientasi
pada kekayaan dan sumber budaya bangsa masing-masing dan yang bersifat
nasionalisme.
2.
Dualisme Sistem Pendidikan Islam
Sebagai
akibat dari usaha-usaha pembaharuan pendidikan Islam yang dilaksanakan dalam
rangka untuk mengejar kekurangan dan ketinggalan dari dunia Barat dalam segala
aspek kehidupan, maka terdapat kecenderungan adanya dualisme dalam sistem
pendidikan umat Islam. Usaha pendidikan modern yang sebagaimana telah diuraikan
yang berorientasi pada tiga pola pemikiran (Islam murni, Barat, dan
Nasionalisme), membentuk suatu sistem atau pola pendidikan modern, yang
mengambil pola sistem pendidikan Barat dengan penyesuaian-penyesuaian Islam dan
kepentingan nasional. Di lain pihak sistem pendidikan tradisional yang telah
ada di kalangan umat Islam tetap dipertahankan.
Sistem pendidikan modern pada
umumnya dilaksanakan oleh pemerintah, yang pada mulanya adalah dalam rangka
memenuhi tenaga-tenaga ahli untuk kepentingan pemerintah, dengan menggunakan
kurikulum dan mengembangkan ilmu-ilmu pengetahuan modern.
Pada umumnya usaha pendidikan untuk
memadukan antara kedua sistem tersebut telah diadakan, dengan jalan memasukkan
kurikulum ilmu pengetahuan modern ke dalam sistem pendidikan tradisional, dan
memasukkan pendidikan agama ke dalam kurikulum sekolah-sekolah modern. Dengan
demikian diharapkan sistem pendidikan tradisional akan berkembang secara
berangsur-angsur mengarah pada sistem pendidikan modern. Dan inilah sebenarnya
yang dikehendaki oleh para pemikir pembaharuan pendidikan Islam, yang
berorientasi pada ajaran Islam murni, sebagaimana yang dipelopori oleh
al-Afghani, Muhammad Abduh, dan lain-lain. Sampai sekarang proses pemaduan
antara kedua sistem dan pola pendidikan Islam ini, tampak masih berlangsung di
seluruh negara dan masyarakat Islam (Zuhairini, 1985: 125).
III. Simpulan
Sejarah dalam pendidikan Islam dapat
di bagi menjadi 4 periode, masing-masing periode memiliki perincian akan
kekhasannya :
1.
Periode Pembinaan
Periode ini di mulai semenjak
munculnya Islam hingga akhir masa Umayyah, dengan ciri sebagai berikut :
·
Merupakan
pendidikan Islam yang tulen
·
Bertujuan
meneguhkan dasar-dasar agama yang baru
·
Bargantung
teguh pada ilmu naql dan lisan
·
Menggunakan
bahan tertulis sebagai alat komunikasi
·
Membuka
peluang mempelajari bahasa asing
·
Menggunakan
masjid dan perpustakaan sebagai pusat pendidikan
2.
Periode Keemasan
Mulai kerajaan Abbasiyah hinnga
runtuhnya kekhalifahan Abbasyiah dan runtuhnya kota baghdad, adapun cirinya
sebagai berikut :
·
Masuknya
ilmu-ilmu akal
·
Pembinaan
sekolah-sekolah
·
Lahirnya
pikiran-pikiran pendidikan yang istimewa
3.
Periode keruntuhan dan kehancuran
Periode ini mulai dengan kekuasaan
Turki Utsmani sampai terlepasnya negara-negara Arab dari kekuasaan itu. Adapun
cirinya :
·
Kebekuan
pemikiran Islam
·
Kembali
mengutamakan ilmu naqliyah
·
Kebekuan
institusi pendidikan
·
Menonjolnya
kebudayaan Turki
·
Keistimewaan
budaya bagi golongan agam minoritas bukan Islam
·
Masuknya
pengaruh pendidikan Barat
4.
Periode pembaharuan dan pembinaan kembali
Periode ini meliputi permulaan
terlepasnya negara-negara Arab dari kekuasaan Turki, yang berkelanjutan sampai
sekarang. Adapun cirinya :
·
Meminjam
sistem pendidikan Barat
·
Keprihatinan
terhadap ilmu akal dan mutakhir
·
Menyelinapnya
kebudayaan barat
·
Percobaan
mengembangkan institusi pendidikan tradisional
Daftar
Pustaka
Ali, Moch. Kurdi. 1934. Al-Idarah al-Islamiyah fi Izil Arab. Beirut
: Dar el-Qalam.
Cholil, Munawar. 1969. Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad SAW. Jakarta
: Bulan Bintang.
Langgulung, Hasan. 1987. Asas-asas Pendidikan Islam. Jakarta : Pustaka
al-Husna.
Nasutin, Harun. 1975. Pembaharuan dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan
Gerakan. Jakarta : Bulan Bintang.
Quthub, Sayid. Konsepsi Sejarah dalam Islam. Jakarta : Al-Amin.
Zuhairni, dkk. 1985. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta : Bumi Aksara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar