Rabu, 18 Mei 2016

SASTRAWAN ARAB ALIRAN PATRIOTISME  

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Sastra Arab merupakan karya sastra yang penting dan menarik untuk dikaji baik secara historis ataupun kritik yang dapat memberikan pengetahuan bagi para pembacanya. Hal ini sangat mungkin karena karya sastra ini menggunakan media bahasa al-Qur’an yaitu bahasa Arab dan tidak bisa dipungkuri bahwa bahasa al-Qur’an memberikan standar bahasa fushah Arab baik dari aspek struktur, gaya, dan model pengungkapan, sehingga memberikan inspirasi positif yang dapat mempengaruhi model ekspresinya sastrawan Arab.
Dalam perjalanan sejarahnya, sastra Arab tidak timbul sekaligus dalam bentuknya yang sempurna. Akan tetapi sastra Arab mengalami perkembangan-perkembangannya secara sedikit demi sedikit dengan adanya inovasi-inovasi dalam setiap fase perkembangan yang dilaluinya. Adapun fase sejarah perkembangan sastra Arab dibagi menjadi masa jahiliyah, masa shadr al-Islam, Umayyah, Abbasiyyah, Turki Usmani dan masa modern.     
Dalam setiap periode perkembangan tersebut, sastra Arab mengalami inovasi yang membedakannya dengan periode lainnya. Pada fase modern khususnya, ternyata sastra Arab memiliki berbagai aliran sastra yang muncul silih berganti, baik karena motivasi kritikan terhadap model sastra yang muncul sebelumnya maupun karena untuk menyempurnakan aliran lainnya yang muncul dalam kurun waktu yang sama. Aliran-aliran sastra Arab yang mengemuka di masa modern tersebut adalah al-Muhafizun (Neo-Klasik), ad-Diwan, Apollo, Romantisme. Simbolisme dan yang terakhir adalah Haditsah (modern).
Dalam permulaan perjalanan sastra Arab modern berawal dari kepemimpinan Muhammad Ali di Mesir, kedatangan perancis yang dipimpin oleh Napoleon Bonaparte membawa pengaruh yang besar bagi masyarakat Mesir khusunya dibidang bahasa dan sastra, dari sinilah masa kebangkitan dimulai dari kevakuman bahasa dan sastra Arab yang sekian lama. Pada masa ini tema-tema baru pun lahir sedikit menggeser dari tema lama dan melahirkan tema baru, para sastrawan Arab mulai beralih kepada tema-tema yang lebih aktual dan relevan seperti nasionalisme & patriotisme, humanisme, dan persoalan-persoalan yang dihadapi oleh bangsa Arab akibat adanya imperialisme yang membuat perubahan pada bentuk puisi menjadi mursal dan bebas.
Patriotisme adalah salah satu tema yang berkembang pada masa kebangkitan sastra Arab modern, dimana puisi-puisi tersebut membawa pengaruh yang besar terhadap masyarakat di Mesir khususnya untuk membangkitan semangat mereka untuk mencintai akan tanah airnya, terkirimnya sebagian orang Mesir untuk berlatih militer keluar merupakan salah satu bentuk kesetiaanya untuk mempertahankan negaranya. Tokoh-tokoh  sastrawan yang berperan di tema ini diantaranya adalah Rifa’ah at-Thahtawi.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dari patriotisme, tema sastra patriotisme dan karakteristiknya?
2.      Siapa sastrawan yang menggunakan tema patriotisme beserta contohnya?


1.3  Tujuan Masalah
1.      Untuk mengetahui pengertian dari patriotisme dan tema sastra patriotisme.
2.      Untuk mengetahui Siapa sastrawan yang menggunakan tema patriotisme beserta contohnya.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Patriotisme
Patriotisme berasal dari kata “Patriot” dan “isme” (bahasa Indonesia)’ yang berarti sifat kepahlawanan atau jiwa kepahlawanan “Patriotism” (bahasa Inggris), yang berarti sikap gagah berani, pantang menyerah dan rela berkorban demi bangsa dan negara.Patriotisme adalah sikap yang bersumber dari perasaan cinta tanah air (semangat kebangsaan atau nasionalisme), sehingga menimbulkan kerelaan berkorban untuk bangsa dan negaranya, atau dapat diartikan sikap seseorang yang bersedia mengorbankan segala-galanya untuk kejayaan dan kemakmuran tanah airnya (KBBI).
Ada 2 (dua) bentuk Patriotisme:
1.      Patriotisme Buta (Blind Patriotism) : keterikatan kepada bangsa dan negara tanpa mengenal toleran terhadap kritik, seperti dalam ungkapan : “right or wrong is my country” (benar atau salah, apapun yang dilakukan bangsa harus didukung sepenuhnya).
2.      Patriotisme Konstruktif (Constructive Patriotisme) : keterikatan kepada bangsa dan negara dengan tetap menjunjung tinggi toleran terhadap kritik, sehingga dapat membawa perubahan positif bagi kesejahteraan bersama.
Perwujudan sikap patriotisme dapat dilaksanakan pada :
1.      Masa Darurat (Perang) : Sikap patriotisme pada masa darurat (perang) dapat diwujudkan dengan cara : mengangkat senjata, ikut berperang secara fisik melawan penjajah, menjadi petugas dapur umum, petugas logistik, menolong yang terluka, dsb.
2.      Masa Damai (Pasca kemerdekaan) : Sikap patriotism pada masa damai dapat diwujudkan dengan cara : menegakkan hokum dan kebenaran, memajukan pendidikan, memberantas kebodohan dan kemiskinan, meningkatkan kemampuan diri secara optimal, memelihara persaudaraan dan persatuan, dsb.
Semangat kebangsaan (Nasionalisme dan Patriotisme) dapat diterapkan di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat sekitar dengan cara melalui : Keteladanan,
Pewarisan, Ketokohan.

2.2  Tema Patriotisme dan Karakteristiknya
Munculnya syair patriotisme dalam dunia sastra arab modern erat hubungannya dengan penjajahan negara Eropa atas negara-negara arab. Bermula pada tahun 1798, saat Napoleon Bonaparte menginjakkan kaki di Mesir. Bernard Lewis menyebutnya sebagai a watershed in history dan the first shock to Islamic complacency, the first impulse to westernization and reform. Para ahli sejarah sepakat bahwa kedatangan Bonaparte di Mesir merupakan tonggak penting bagi kaum Muslim dan juga bagi bangsa Eropa. Albert Hourani, sejarawan Inggris keturunan Lebanon, menjadikannya sebagai awal era liberal bagi bangsa Arab dan kaum Islam. Seperti yang ia jelaskan dalam bukunya, Arabic Thought in the Liberal Age, kedatangan Bonaparte ke Mesir bukan sekadar penaklukan militer, melainkan juga awal kebangkitan kesadaran kaum Muslim akan diri mereka.
Para pembaharu awal seperti al-Tahtawi, al-Tunisi, dan al-Kawakibi menyadari benar kondisi kaum Muslim yang terbelakang. Perhatian utama mereka ialah bagaimana mengubah keadaan ke arah yang lebih baik. Mereka selalu membenturkan kondisi keterbelakangan kaum Muslim dengan kemajuan Eropa. Persis seperti yang dipertanyakan Abd al-Rahman al-Kawakibi dalam bukunya, limadza taakhkhara al-muslimun wa limadza taqaddama ghayruhum?
Seluruh pemikiran dan gagasan yang dikemukakan para pembaharu Islam abad ke-19 berputar pada upaya menjawab pertanyaan di atas. Adalah ironis, peradaban yang pada masa silam memiliki sejarah gemilang dan kitab sucinya mewartakan “umat terbaik di dunia” (khayru ummatin ukhrijat linnas) berada pada titik nadir peradaban. Bukan hanya berada dalam keterbelakangan, mereka juga dalam penjajahan bangsa lain.
 Rifa’a al-Tahtawi (1801-1873) adalah salah satu tokoh pembaharu pertama yang mencoba menjawab pertanyaan itu. Menurut al-Tahtawi, kunci pertanyaan itu adalah “kebebasan” (hurriyyah).Bangsa Eropa maju karena memiliki kebebasan.Temuan sains dan teknologi di Eropa sejak abad ke-16 didorong oleh suasana kebebasan dalam masyarakat itu.Tahtawi menganggap kebebasan bukan hanya kunci bagi kebahagiaan, tapi juga bagi keamanan dan kesejahteraan.
Sebab utama keterbelakangan kaum Muslim, menurut Tahtawi, ialah ketiadaan kebebasan itu.Ini sudah terjadi sejak kerajaan Islam di Baghdad (abad ke-12) dan Cordova (abad ke-15) runtuh. Sebaliknya, kebebasan berpikir yang dalam istilah agama dikenal dengan ijtihad justru dimusuhi dan diharamkan.Selama rentang abad ke-15-ke-19, wacana pemikiran Islam diwarnai dengan semangat menutup pintu ijtihad.
Karakteristik syair patriotisme :
1.      Dari sisi substansi
Syair ini memiliki ketajaman isi yang mampu membangkitkan semangat nasionalisme pembacanya. Tembakan yang secara pedas mengkritisi kaum kolonialis juga menjadi isi yang menarik dalam syair ini. karenanya syair patriotisme menjadi senjata ampuh untuk mengakomodasi kekuatan pribumi yang masih tercecer dengan menyatukan mereka dalam satu komando.  Maka dari itu, kebangkitan kaum pribumi dimulai dengan perantara syair sangat efektif.
2.      Dari sisi gaya bahasa
Syair patriotism biasanya memiliki gaya bahasa yang tajam dan mampu menusuk ke dalam relung hati pembaca yang terdalam. Bahasa yang dipergunakan penyair bisa dipahami secara lafaz maupun makna, sehingga pesan-pesan yang ingin disampaikan dengan cepat bisa dipahami oleh pembaca. Demikian pula penggunaan gaya-gaya bahasa balagiyah banyak ditemukan.
Dan salah satu yang menarik dari gaya bahasa hafiz adalah penggunaan gaya bahasa arab fusha sebagaimana bahasa al quran, dan model bahasa arab autentik. Ini memunculkan kolaborasi klasik dan modern. Klasik dari sisi gramatikal dan modern dari sisi konten syair yakni nasionalisme.
3.      Dari sisi hubungannya dengan zaman dan lingkungan
Konten atau tema yang diangkat penyair patriotisme sangat mewakili situasi sosial maupun politik yang terjadi pada masanya, sehingga karya penyair ini mendapat sambutan yang baik dan segera ditanggapi dengan munculnya jiwa-jiwa nasionalisme warga pribumi yang terjajah.

2.3  Sastrawan dan karyanya
1.      Mahmud Sami Al Barudi
Barudi mempunyai nama lengkap Mahmud Sami Pasha bin Hasan Husni Bek Al-Barudi yang lahir dikawasan Bakhirah tepatnya di desa Itay Al-Barud pada tahun 1838 M/1255 H.  Semenjak kecil ia dibesarkan oleh keluarga Jarkasyi, ayahnya wafat saat ia berumur 7 tahun. Sejak saat itulah keluarga Jarkasyi sebagai sanak familinya mengambil alih kehidupan Barudi kecil,  mengasuhnya, serta membina pendidikannya. Menginjak masa remajanya pada umur 12 tahun Al-Barudi tertarik untuk menempuh dan melanjutkan pendidikannya di sekolah kemiliteran dan lulus ketika usianya menginjak 26 tahun. Jabatan yang pernah disandangnya ialah sebagai mentri pertahanan dan mentri perwakafan.
Kesuksesan karirnya dalam dunia militer di peroleh dengan kerja keras, dan itu ia mulainya dari bawah. Al Barudi dikenal sebagai seorang prajurit yang miltan, penuh disiplin dan berpikir tajam, maka tidak heran bila dalam jangka waktu yang relatif singkat ia telah memperoleh pengetahuan yang mumpuni dalam dunia militer, menguasai banyak teori dan strategi-strategi kemiliteran secara komperhensif. Setelah lulus dari sekolahnya di Mesir, Al-Barudi dikirim menuju Paris dan Inggris untuk urusan militer. Pada tahun 1294 H ia di angkat sebagai komandan perwira. Pada tahun 1282 H/1879 H Ia mengikuti sebuah perang di Semenanjung Kerit dengan atas nama Mesir membantu Turki untuk melawan Rusia
Dalam dunia militer karirnya semakin melesat naik, pada tahun 1299 H Al-Barudi diangkat sebagai Perdana menteridi Mesir. Kesuksesan dan kecemerlangannya dalam dunia kemiliteran membuat banyak orang menjulukinya dengan sebutan Si Raja Pedang.
Ketika bangsa Arab mengadakan pemberontakan, Al-Barudi ditangkap  dan dibuang ke daerah Sarnadib (Sailan) selama  17 tahun. Dalam masa pembuangannya itu ia banyak merenung dan  mereflesikan diri tentang kehidupannya, walau pada akhirnya sebelum di bebaskan ia  terserang penyakit yang membuat kedua matanya buta. Setelah bebas ia dikembalikan lagi ke Mesir. Dan disana jugalah menjadi tempat peristirahatan terakhir bagi Al-Barudi, ia meninggal dunia pada tahun 1904 di Kairo.
Contoh puisi Al Barudi yang bertemakan patriotisme seperti di bawah ini:
من وحي منفي البارودي في جزيرة سرنديب للبارودي
      #ولكن لأمرٍ أوجبتهُ المفاخرُ
1. وَما حملَ السَّيْفَ الْكَمِيُّ لِزِينَة ٍ
Tidaklah ksatria membawa pedang hanya untuk perhiasan, melainkan tujuan mulialah yang mewajibkannya.
      #فكلُّ زهيدٍ يَمسكُ النَّفسَ جابِرُ
2. إذا لَم يكُنْ إلاَّ المعيشة َ مَطلبٌ
Jika yang di cari hanyalah kehidupan dunia, maka ia harus bersiap dengan bagian yang sedikit saja.
      #ولا شهرَ السيفَ اليمانى َّ شاهرُ
3. فَلَوْلاَ الْعُلاَ ما أَرْسَلَ السَّهْم نَازِعٌ
Jika bukan karena tujuan yang luhur, panah takkan kubentangkan dan pedang orang Yaman takkan terkenal
      #ويَقبلَ مَكذوبَ المُنى وهوَ صاغرُ
4. منَ العارِ أن يرضى الدنيَّة َ ماجدٌ
Aku termasuk orang yang hina jika rela dengan cela, dan menerima kebohongan juga angan-angan palsu yang hina
      #ولا ذَنبَ لى إن عارَضتنى المقادِرُ
5. على َّ طلابُ العزِّ من مُستقرِّهِ
Bagiku yang terpenting adalah niat yang mulia, dan aku tak merasa berdosa jika nasib baik tak berpihak
      #على َّ، وعِرضى ناصِحُ الجيبِ وافِرُ ؟
6. فماذا عَسى الأعداءُ أن يتقوَّلوا
Apa gunanya musuh menebar fitnah atas diriku, sedangkan kemuliaanku bersih dan terjaga?
      #تُعابُ بِهَا، والدَّهْرُ فِيهِ الْمعَايرُ
7. ولكِنْ أَبَتْ نَفْسِي الْكَرِيمَة ُ سَوْأَة ً
Akan tetapi jiwa muliaku menolak keburukan penyebab aib sampai kapanpun.
      #نَعِيمٌ، ولاَ تَعْدُو عَلَيْهِ الْمفَاقِرُ
1. أنا المرءُ لا يثنيهِ عن دركِ العُلا
Aku adalah seorang manusia yang memiliki tujuan mulia, kenikmatan dan kefakiran tak menghalangiku untuk mencapainya
      #صَئُولٌ وأَفْوَاهُ الْمَنَايَ فَوَاغِرُ
2. قَئُولٌ وَأَحْلاَمُ الرِّجالِ عَوَازِبٌ
Lisan yang fasih, remaja yang mengigau juga pemberani, semuanya sama menghadapi mulut kematian yang selalu menganga
      #وَلاَ أَنَا إِنْ أَقْصَانِيَ الْعُدْمُ بَاسِرُ
3. فَلاَ أَنا إِنْ أَدْنَانِيَ الْوَجْدُ بَاسِمٌ
Aku bukanlah orang yang tersenyum jika dekat dengan cahaya, dan aku bukanlah orang yang cemberut jika ketiadaan membawaku jauh
    #وَلاَ الْمَالُ إِنْ لَمْ يَشْرُفِ الْمَرْءُ ساتِرُ
4. فَمَا الْفَقْرإِنْ لَمْ يَدْنَسِ الْعِرْضُ فَاضِحٌ
Tidaklah fakir menjadi aib jika berbuat mulia dan tidaklah harta akan menutupi aib jika tidak berbuat mulia
      #وكَمْ سَيِّدٍ دارتْ علَيْهِ الدَّوائِرُ
1. فكَم بطلٍ فَلَّ الزَّمانُ شباتَهُ
Banyak pahlawan yang habis kakuatannya termakan zaman, dan banyak para sayid yang tertimpa bencana
      #وأى ُّ جوادٍ لم تَخنهُ الحوافِرُ ؟
2. وأى ُّ حسامٍ لم تُصبهُ كلالَة ٌ ؟
Pedang mana yang tidak akan tumpul? dan kuda mana yang tidak pernah tergelincir?
      #غيابتُها ، واللهُ من شاءَ ناصِرُ
3. وَمَا هِيَ إِلاَّ غَمْرَة ٌ، ثُمَّ تَنْجلِي
Itu hanyalah kegelapan yang sementara dan akan segera lenyap, dan Allah akan menolong siapapun yang dikehendaki-Nya
      #إِلَى غَايَة ٍ تَنْفَتُّ فيهَا الْمَرائرُ
4. فَمَهْلاً بَنِي الدُّنْيَا عَلَيْنَا، فَإِنَّنَا
Kita sebagai penghuni dunia harus bersabar, karena ia akan segera berakhir dan hancur berkeping-keping
      #على فَلكة ِ السَّاقينِ فيها المآزِرُ
5. تطولُ بِها الأنفاسُ بُهراً ، وتلتوِى
Ketika nafas nafas tersengal-sengal dan terasa sesak, jelas terdengar erangan pada tenggorokan yang sekarat
      #فَما أَوَّلٌ إِلاَّ وَيَتْلُوهُ آخِرُ
6. وَعَمَّا قَلِيلٍ يَنْتَهِي الأَمْرُ كُلُّهُ
Dalam sekejap berakhirlah segalanya, tidak ada permulaan kecuali aka nada akhirnya

2.      Rifa’ah Al Thahtawi
Al-Tahtawi nama lengkapnya adalah Rafa`ah Bey Badawi Al-tahtawi, lahir di kota Tahta ( di dataran tinggi Mesir ) pada masa pemerintahan Muhammad ali, yaitu pada tahun 1802 M. Orang tuanya dari kaum bangsawan, tetapi sedikit pengalaman. Namun keluarganya yang tradisi keagamaannya kuat itu menjadikan al-Tahtawi tekun mempelajari Al-Qur'an sejak kecil.
Ketika berusia 16 tahun beliau berangkat ke Kairo untuk belajar di Al-Azhar, dibawah pengawasan atau bimbingan syekh Hassan Al-Attar.Al-Tahtawi sebagai murid kesayangnya. Setelah lima tahun dapat menyelesaikan studinya ( 1822 M ) Al-Tahtawi banyak berhubungan dengan para ilmuwan Perancis yang datang bersama Napoleon ke Mesir. Karena ketekunan dan ketajaman pikiran Al-Tahtawi, gurunya Syekh Al-Attar selalu memberikan dorongan agar selalu menambah ilmu pengetahuan.
Selesai studi di Al-Azhar, Al-Tahtawi mengajar di Universitas tersebut selam 2 Tahun. Dan pada tahun 1824 M dapat juga raih gelar " Master " pada Egyptian Army di Mesir. Pada tahun itu pula, diangkat menjadi imam bagi mahasiswa-mahasiswa yang dikirim oleh Muhammad Ali ke Jomard di paris, untuk bahasa Perancis dan ilmu-ilmu modern. Tetapi disamping tugasnya sebagai imam, ia juga ikut belajar.
Selama 5 tahun di Paris, ia kursus privat bahasa Perancis, sehingga dalam waktu lima tahun itu, ia mampu menerjemahkan sejumlah 12 buku dan risalah, diantaranya risalah tentang sejarah Alexander Macedonia, buku-buku mengenai pertambangan, ilmu bumi, akhlak dan adat istiadat berbagai bangsa, risalah tentang ilmu teknik, hak-hak manusia, kesehatan jasmani dan sebagainya. Di Paris, Al-Tahtawi menghabiskan waktunya untuk membaca berbagai macam buku ilmu pengetahuan.
Sekembalinya dari paris pada tahun 1832 M ke Mesir, ia diangkat sebagai penerjemah dan sebagai guru Besar pada sekolah kedokteran perancis di Kairo.Dua tahun kemudian ( 1835 ), ia pindah ke sekolah Artelery sebagai penterjemah buku-buku ilmu teknik dan kemiliteran. Setahun kemudian (1836) didirikan sekolah penerjemah ( School of Foreign Languages ) atau Sekolah Bahasa-bahasa Asing dan Al-Tahtawi sebagai direktur dan sebagai penanggung jawab harian Al Waqa`al Mishriah.
Setelah Muhammad Ali meninggal (1848) maka cucunya Abbas sebagai gantinya, dan Al-Tahtawi kemudian dikirim ke Sudan sebagai kepala sekolah di Kartoum. Setelah Abbas meninggal (1854) Al-Tahtawi kembali ke Mesir atas panggilan pengganti Abbas, yaitu Said Pasya, ia diangkat sebagai direktur sekolah Militer. Pada tahun 1863 M di Mesir dibentuk suatu badan yang bertugas menterjemahkan undang-undang Perancis dan bermarkas di kantor yang namanya "Translation Office" dan Al-Tahtawi menerbitkan majalah "Raudatul Madaris" untuk "Munistry of Education".
Al-Tahtawi sekembalinya dari mesir telah menterjemahkan buku-buku di antaranya buku-buku tentang geografi, sejarah (Raja-raja Perancis, Raja-raja Charles XI, Charles V, filsafat Yunani) dan Montesque dan Al Tahtawi juga menulis buku-buku yang diterbitkan berupa tulisan atau karangan.
Di atara karangan-karangan Al Tahtawi adalah :
1)      Takhlisul Ibriz fi Talkhish Pariz
2)      Manaahij al Albaab al Mishriyah fii Manaahij al Adab al ‘Ashriyah
3)      Al Mursyid al Amiin li al Banaat wa al Baniin
4)      Al Qaul al Said fi Ijtihaad wa al Taqwa
5)      Anwar Taufiq al Jaliil fi Akhbaar Mishr wa Tautsiq Bani Ismail
6)      Al Madzaahib al ‘Arba’ah fi al Fiqh
7)      Qanuun al Tijaari
8)      Al Tuhfat al Maktabiyah fi al Nahwu
9)      Al Manaafi’ al Umniyah
Buku-buku karangannya tersebut, bagi pembaca yang menelusinya dapat merasakan bahwa si punulis sedang berkelana menju dunia pengetahuan yang lebih luas, dibawaah kamondo pengetahuan yang kuat, menguasai jalan pikiranya.Ayat-ayat Al Qur'an dan Sunnah Rasul SAW.Menjadi terhujam, terpatri dalam hatinya.
Sehingga pengalaman dan keadaan masyarakat diwaktu itu tergugah hatinya untuk memikirkan dan menerapkan Al-Qur'an dan As-Sunnah dalam usaha kearah kemajuan bangsanya.Hal-hal yang tidak disetujui dikemukakan secara berani, meskipun dia sendiri menyadari bahwa tindakannya dapat mengakibatkan sedikit kehebohan.Sehingga masih bersifat sederhana sesuai kondasi saat itu.
Salah satu karya beliau adalah syair Patriotisme :
·       يــــا أيــــــــــها الجـــــــــــــــــــــــــــــــــنود                والقـــــــــــــــــــادة الأســـــــــــــــــــود
إن أمــــــــــــــــــــكم حســـــــــود                يعــــــــــــود هامي المدمــــــع
فـــــــكم لــــــــكم حــــــــــروب                بنـــــــــــــــصركـــــــم تئــــــــــــــــــوب
لــــــم تثنـــــكم خـطـــــــــــوب                و لا اقتحــــــــــــــام معمع
و كم شهدتم من وغــى                و كم هزمتم من بــغى
فــــــــمن تعدى و طـــــــــغى                على حمـــاكم يصـــــــــــــــرع
Arti syi’ir ini ialah sebagai berikut:
Wahai para tentara dan para pemimpin;
Janganlah dengki memperbudak kalian, kesedihanku akan kembali dengan membawa air mata;
Berapapun peperangan yang kalian menangkan dengan taubat kalian;
Tak ada satupun penyair yang memujimu dan tak ada kekalutan yang menyerangmu;
Berapapun peperangan yang kalian hadapi dan pembangkang yang kalian bunuh;
Maka ketika kalian melanggar dan melewati batas pertahanan, kalian akan terhina layaknya dihempaskan ke tanah.
Rifa’ah telah menjadi seorang  patriotis dan sangat mencintai tanah airnya, sehingga   ia banyak mengarang syi’ir motivasi yang mengagungkan Mesir dan menyanjung para tentaranya. Syi’ir ini dibuat ketika Rifa’ah berpidato di depan para tentara untuk menyemangati mereka.
3.      Hafidz Ibrahim
Hafidz Ibrahim lahir di desa Dairut tahun 1871 dan tumbuh besar di Kairo. Nama lengkapnya adalah Muhammad Hafidz Ibrahim. Ayahnya seorang insinyur berdarah Mesir dan ibunya berdarah Turki. Kedua orang tuanya meninggal ketika ia masih kecil. Dirinya diasuh dan dididik oleh pamannya,
Pendidikan Hafidz Ibrahim di sekolah dasar, sekolah menengah, dan sekolah kemiliteran, diselesaikannya pada tahun 1891. Pada tahun 1896 ia ditugaskan di Sudan. .di tempat itu lah ia banyak menemukan kesulitan dan kehimpitan. Lalu, ia pindah ke Kairo hingga pada tahun 1911 ia ditetapkan sebagai ketua jurusan sastra pada Universitas Darel al-Kutub. Ia mengabdi di Universitas tersebut sampai pensiun (1932). Ia meninggal dalam jangka waktu yang tidak lama setelah ia pensiun dari pekerjaannya dan kemudian disemayamkan di pemakaman as-Sayyidah Nafisah.
Hafidz Ibrahim adalah seorang penyair dan penulis kenamaan. Ia dikenal sebagai penyair nasionalis yang menentang pemerintahan Turki dan Inggris. Dirinya juga sering disebut sebagai penyair rakyat karena puisi-puisinya merupakan suara hati rakyat. Sehingga, ia anggap penyambung lidah rakyat.
Karya-karya Hafidz Ibrahim antara lain:
1.      Karya sastra antara lain:
الديوان , ليالى , سطيح , الموجز فى الاقتصاد السياسي ,و كتيب فى التربية الأولية
2.      البؤساء  karya terjemahan dari les Miserables karangan Victor Hugo yang berbahsa Prancis ke dalam bahasa Arab dan
3.      Antologi puisi-puisi Hafidz Ibrahim juga terkumpul dalam sebuah buku الديوان حافظ ابراهيم  dan المؤلفات الكلمة

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
            Datangnya orang-orang Eropa ke negara-negara Arab membawa perubahan besar kepada ilmu pengetahuan dan sastra khususnya. Tibanya Bonaparte ke Mesir bukan hanya sekedar penaklukan militer, melainkan juga awal kebangkitan kesadaran umat muslim akan kelemahan mereka yang terjadi selama ini.
            Al-Thahthawi salah satu ulama di Mesir dan juga merupakan imam dari mahasiswa dan orang-orang yang di utus oleh Muhammad Ali untuk belajar militer di perancis telah menyadari benar kondisi kaum muslim yang sangat terbelakang ketika itu. Banyak pertanyaan-pernyataan muncul tentang latar belakang keterbelakangan ini. Kemudian beliau menjawab akan sebab dari semua ini adalah kebebasan berpikir yang di dalam agama disebut ijtihad telah dimusuhi, dan juga beliau berpendapat bahwa kemajuan bangsa Eropa tentang sains dan teknologi didorong oleh suasana kebebasan itu.  
            Sastra telah menjawab keberadaannya dan mempengaruhi orang-orang di sekitarnya ketika itu. Sastra menjadi alat sulap untuk menyihir dan membangkitkan rasa semangat kecintaan orang-orang di negeri Arab akan tanah airnya. Tema-tema sastra akan  nasionalisme dan patriotisme banyak bermunculan dan menjadi senjata untuk mengubah keterbelakangan dan keterpurukan umat Islam ketika itu dan telah membawa negara-negara Arab kepada masa kebangkitan.

Daftar pustaka
-  Ahmad al Iskandari dan Musthafa Anani.1979 Al-wasit fi Adab al-Arabi wa tarikhihi, Kairo: Darul-Ma’arif.
-  Fathoni, Achmad Atho’illah. 2007, Leksikon Sastrawan Arab Modern Biografi dan Karyanya, Yogyakarta: Datamedia.
-  Dahlan, Juwairiyah. Puisi Rifa’ah Thahthawi Sebagai Penyair, Pembaharu Pendidikan dan Sosial Mesir (Kajian Analisis Puisi Islami Masa Kebangkitan)
-  nasionalisme/biografi-al-barudi-dan-syairnya.html
-  /nasionalisme/pengertian-nasionalisme-dan-patriotisme.html
-  SASTRA ARAB MODERN _ FITYAN.htm


Tidak ada komentar:

Posting Komentar