BAB
I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Pemerolehan
bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak
kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya.
Pemerolehan bahasa biasanya dibedakan dengan pembelajaran bahasa. Pembelajaran
bahasa berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seorang
kanak-kanak mempelajari bahasa kedua setelah dia memperoleh bahasa pertamanya.
Jadi, pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan
pembelajaran bahasa berkenaan dengan bahasa kedua (Chaer, 2003:167).
Selama
pemerolehan bahasa pertama, Chomsky menyebutkan bahwa ada dua proses yang
terjadi ketika seorang kanak-kanak memperoleh bahasa pertamanya. Proses yang
dimaksud adalah proses kompetensi dan proses performansi. Kedua
proses ini merupakan dua proses yang berlainan. Kompetensi adalah proses
penguasaan tata bahasa (fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik) secara
tidak disadari. Kompetensi ini dibawa oleh setiap anak sejak lahir. Meskipun
dibawa sejak lahir, kompetensi memerlukan pembinaan sehingga anak-anak memiliki
performansi dalam berbahasa. Performansi adalah kemampuan anak menggunakan
bahasa untuk berkomunikasi. Performansi terdiri dari dua proses, yaitu proses
pemahaman dan proses penerbitan kalimat-kalimat. Proses pemahaman melibatkan
kemampuan mengamati atau mempersepsi kalimat-kalimat yang didengar, sedangkan
proses penerbitan melibatkan kemampuan menghasilkan kalimat-kalimat sendiri
(Chaer 2003:167).
Sejak
behaviorisme khususnya TPB Model Pengondisian Operan memperoleh kritik dan
sanggahan, muncullah pandangan baru mengenai pemerolehan bahasa. Pandangan baru
tersebut dilandasi oleh pikiran-pikiran rasionalis. Sejalan dengan pandangan
rasionalis ini, muncullah usaha-usaha membangun dan mengontruksi TPB baru
(sebagai alternatif TPB Model Pengondisian Operan) berdasarkan pikiran-pikiran
rasionalis. Dalam kaitan ini sangat besar dan signifikan peranan Chomsky yang
telah mengubah pandangan tentang pemerolehan bahasa dan yang merintis munculnya
TPB baru yang rasionalis, yaitu TPB Model Nativis LAD. Sehubungan dengan hal
itu, Chomsky dapat dianggap pencetus dan pengemuka TPB Nativis LAD.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Bagaimana landasan TPB Model Nativis LAD ?
2.
Bagaimana Pandangan TPB Model Nativis LAD ?
3. Bagaimana
kritik TPB Model Nativis LAD ?
1.3 Tujuan Masalah
1.
Untuk
mengetahui landasan TPB Model Nativis LAD
2.
Untuk
mengetahui pandangan TPB Model Nativis LAD
3.
Untuk
mengetahui kritik TPB Model Nativis LAD
BAB
II
Pembahasan
2.1 Landasan TPB Model Nativis LAD
Nativist Theory adalah
teori yang menyebutkan bahwa manusia memperoleh bahasa secara alami, teori ini
kemudian dikenal dengan hipotesis nurani yang dipelopori oleh chomsky. Hipotesis nurani lahir dari sebuah
pertanyaan, sebenarnya alat apa yang digunakan anak dalam memperoleh bahasanya
yang kemudian dijadikan bahan penelitian oleh kedua pelopor tersebut.
Teori
chomsky ini menegaskan bahwa bahasa merupakan warisan, manusia sejak lahir
sudah dibekali genetik untuk berbahasa.maka hipotesis naluri berbahsa merupakan
suatu asumsi yag menyatakan bahwa sebagian atau semua bagian bahasa tidaklah
diperoleh atau dipelajari, akan tetapi ditentukan oleh fitur fitur nurani yang khusus
dari organisme manusia.hipotesis ini menekankan bahwa ada nya suatu benda yang
dibawa manusa sejak lahir yaitu laguage acquisition device (LAD ). Cara kerja
dari LAD ini bisa dijelaskan apabila sejumlah ucapan yang cukup memadai dari
suatu bahasa ditangkap atau diberikan kepada LAD, maka LAD akan membentuk
masukan itu menjadi tata bahasa formal sebagi keluaran.
Sebagaimana
telah disinggung di muka, TPB Model Nativis LAD Chomsky ini di topang secara
kuat-kukuh oleh linguistik generatif
transformasi dan filsafat rasionalisme Descartes (Chomsky,
1965:48). Kedua disiplin ini melandasi secara kukuh TPB Model Nativis LAD.
Secukupnya di uraikan berikut ini.
Sebagaimana diketahui, linguistik
generatif transformasi dikemukakan juga oleh Chomsky. Secara konsepsional,
linguistik generative ini meyakini bahwa bahasa merupakan cermin pikir dan
hasil kecendikiawanan manusia yang selalu dihasilkan secara baru oleh setiap
individu dengan operasi-operasi yang mengatasi jangkauan keinginan dan
kesadaran manusia (Chomsky, 1975:4). Disni Chomsky mengartikan bahasa adalah seperangkat kalimat yang apabila
ditinjau dari pola struktur dasarnya bersifat terbatas, dan sekaligus bersifat
tak terbatas apabila ditinjau dari perwujudannya dalam bahasa (Busri dan
Badrih, 2015:23).
Bahasa dianggap sebagai sesuatu yang
diciptakan oleh kedinamisan dan kemampuan organisme manusia yang
menitikberatkan pada kemampuan kreatifnya (Samsuri, 1973:10). Dengan demikian,
dalam linguistik generative transformasi matra kreatif bahasa dan kekreatifan
manusia sangat diperhatikan pula bahasa tulis dan lisan, matra-matra universal
dan individual bahasa, dan operasi-operasi bahasa (Samsuri, 1971:22).
Sementara itu, filsafat rasionalisme
Descartes menekankan rasio atau akal budi manusia. Hal itu dirumuskan dalam
slogan Descartes yang sangat terkenal dalam buku “Risalah tentang Metode”
[Discours la Methode]: Cogito ergo sum, yang artinya aku berpikir maka aku ada.
Berkenaan dengan slogan tersebut, ajarannya yang paling penting adalah
kesangsian metodis, gagasan-gagasan kodrati atau bawaan, dan subtansi (Pardja,
1987). Manusia di pandang sebagai makhluk dualistis. Manusia terdiri dari dua
subtansi, yaitu jiwa dan tubuh. Jiwa adalah pemikiran dan tubuh adalah keluasan.
Dengan demikian, tubuh sekedar mesin yang dijalankan oleh jiwa (Pardja,
1987:10). Karena itu, jiwa atau pikiran merupakan komponen paling utama dan
penting dalam diri manusia.
Secara tersirat dan tersurat,
pandangan-pandangan inilah yang melandasi pandangan-pandangan konseptual (baik
yang menyangkut diri manusia selaku pembelajar proses pemerolehan bahasa) TPB
Model Nativis LAD. Tegasnya, pandangan-pandangan TPB Model Nativis LAD diilhami
sekaligus ditransformasikan dari pandangan-pandangan konseptual linguistik
genaratif transformasi dan filsafat rasionalisme Descartes.
2.2 Pandangan TPB Model Nativis LAD
Berbeda dengan
kaum behaviorisme, kaum nativis atau mentalis berpendapat bahwa pemerolehan
bahasa pada manusia tidak boleh disamakan dengan proses pengenalan yang terjadi
pada hewan. Mereka tidak memandang penting pengaruh lingkungan sekitar. Selama
belajar bahasa pertama, sedikit demi sedikit manusia akan membuka kemampuan
lingualnya yang secara genetis telah di programkan.
Pada hakikatnya
aliran nativisme menekankan kemampuan dalam diri seorang anak. Oleh karena itu
faktor lingkungan
termasuk faktor pendidikan
kurang berpengaruh terhadap perkembangan anak. Hasil perkembangan ditentukan
oleh pembawaan sejak lahir dan genetic dari orang tua. Istilah nativisme
dihasilkan dari pernyataan mendasar bahwa pembelajaran bahasa ditentukan oleh
bakat.
Dalam teori ini dinyatakan bahwa
perkembangan manusia merupakan pembawaan sejak lahir atau bakat. Teori ini
dipelopori oleh filosiof Jerman, Arthur Schopenhauer yang beranggapan bahwa
faktor pembawaan yang bersifat kodrati tidak dapat diubah oleh alam sekitar
atau pendidikan.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
perkembangan anak dalam teori Nativisme:
1.
Faktor genetik,
faktor gen dari kedua orang tua yang mendorong adanya suatu bakat yang muncul dari
diri manusia.
2.
Faktor
kemampuan anak, faktor yang menjadikan faktor seorang anak mengetahui potensi
yang terdapat dalam dirinya. Faktor ini lebih nyata karena anak dapat
mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya.
3.
Faktor
pertumbuhan anak adalah faktor yang mendorong anak mengetahui bakat dan
minatnya di setiap pertumbuhan dan perkembangan secara alami sehingga jika
pertumbuhan anak itu normal mala dia akan bersikap energik, aktif, dan
responsive terhadap kemampuan yang di miliki. Sebaliknya jika pertumbuhan anak
tidak normal, maka anak tersebut tidak bisa mengenali bakat dan kemampuan yang
dimiliki.
TPB model Nativis LAD menekankan spekulasi
rasional tentang proses mental yang dialami oleh pembelajar sewaktu belajar
bahasa. Pembelajar sebagai manusia dipandang selalu aktif dan kreatif (Chomsky,
1965:48). Jiwa manusia selalu aktif dan kreatif mengolah masukan masukan bahasa
yang diterimanya. Keaktifan dan kekreatifan ini tidak bergantung pada adanya
stimulus atau peneguhan yang berasal dari faktor eksternal lingkungan terutama
orang tua. Keaktifan dan kekreatifan terjadi karena struktur kejiwaan memang
bersubtansi demikian.
Dalam struktur kejiwaan manusia terdapat
sebuah piranti yang mengurusi pemerolehan bahasa. Menurut TPB model Nativis
LAD, setiap manusia normal yang dilahirkan ke dunia sudah diperlengkapi dengan sebuah
piranti pemerolehan bahasa. Piranti itu lazim disebut dengan LAD ( Languange
Aquisition device ) dan LAS (Languange Aquisition System) (Chomsky,
1965: 55). Sebagai contoh bahasa Indonesia dapat dibentuk TPB (Piranti
Pemerolehan Bahasa) atau SPB ( Sistem Pemerolehan Bahasa ). Jadi, manusia lahir
membawa LAD, bukan bahasa tertentu yang sudah pasti, manusia lahir membawa
kemampuan kodrati untuk melakukan pemerolehan bahasa apa pun, bukan kosong sama
sekali sebagaimana diyakini oleh teori tabula rasa (Brown, 1980: 20). Tanpa
adanya LAD mustahil seseorang dapat menguasai bahasa pertama dalam waktu yang
relatif cepat-singkat dan menguasai suatu sistem bahasa yang demikian kompleks
dan abstrak keberadaannya.
Adanya LAD dalam struktur kejiwaan manusia sebagai mana diyakini oleh TPB
model nativis LAD didukung oleh bukti neurobiologis atau kajian neurolinguistik
yang dikerjakan oleh TPB model neurobiologis. Dalam struktur anatomis manusia
ternyata juga terdapat bagian-bagian otak dan saraf-saraf tertentu yang yang
mengurusi bahasa. Berdasarkan kajian neurobiologis ditemukan bahwa hemisfer
serebral kiri otak manusia bertugas mengurusi bahasa.
Dalam hemisfer serebral kiri ini
terdapat daerah broca, daerah wernicke, daerah kortek superior atau kortikal
motoris, daerah rolando, sistem sentral sefalis, daerah-daerah audotoris utama,
dan daerah visual utama. Daerah-daerah ini beserta saraf-saraf yang
menghubungkannya menjadi sebuah struktur anatomis otak sepenuhnya mengurusi
bahasa manusia, dalam hal ini mengurusi pemahaman dan produksi bahasa (Paivio
dan Berg, 1981). Dengan demikian, struktur anatomis ini mendukung sepenuhnya
klaim TPB model Naitivis LAD, tentang adanya LAD didalam struktur kejiwaan
manusia.
Secara konseptual LAD ini
didefinisikan sebagai struktur kejiwaan yang mengurusi bahasa yang secara
kodrati atau bawaan terdapat dalam benak setiap manusia sejak lahirnya. Jadi,
LAD tersebut dimiliki setiap manusia pada umumnya (Chomsky, 1965: 31). Secara
pasti dan konkret isi LAD memang tidak dapat diketahui. Yang jelas dengan
komponen-komponen tersebut LAD mampu memproses masukan data linguistik yang
diterimanya dengan jalan internalisasi. Dengan kata lain, LAD berkemampuan
menginternalisasikan masukan data linguistik dan mebuat kaidah-kaidah tata
bahasa (Chomsky, 1965:31).
Mc Neil menambahkan bahwa LAD
memiliki kemampuan untuk (1) memilah-milahkan antara suara manusia dengan suara
yang lain, (2) mengorganisasikan kejadian-kejadian linguistis menjadi
kelas-kelas tertentu yang secara “sambil jalan” klasifikasi ini disempurnakan,
(3) mangatur data linguistik yang sudah diklasifikasikan pada butir, (4)
mengadakan penilaian terus-menerus dalam rangka membuat sistem bahasa yang
paling sederhana. Jadi, LAD memiliki kemampuan mengolah masukan data linguistik
yang diterimanya menjadi kompetisi gramatikal (Brown, 1980: 80).
Berdasarkan paparan tentang konsep dan
prinsip kerja LAD tersebut dapat dipahami ihwal pemerolehan bahasa berlangsung
menurut TPB model Nativis LAD. Menurut TPB model nativis LAD terdapat 3
komponen mekanisme pemerolehan bahasa yaitu masukan, pengolah, dan keluaran.
Masukan berisi data linguistik primer yang merupakan bahasa tertentu, misalnya
bahasa Indonesia. Pengolah berisi LAD dengan prinsip-prinsip kerja sebagaimana
dikemukakan di muka. Keluaran berisi kompetensi gramatikal bahasa yang
dipelajari pembelajar.
DATA
LINGUISTIK PRIMER
|
KELUARAN
|
PENGOLAH
|
Perlu ditambahkan disini bahwa data linguistik primer
berupa ujaran orang dewasa dan kompetensi gramatikal berupa tata bahasa yang
pada akhirnya terwujud dalam ujaran-ujaran pembelajar.
Mekanisme kerja tersebut
menunjukkan bahwa proses pemerolehan bahasa sangat tergantung pada LAD. LAD
adalah satu-satunya komponen yang terlibat pada proses pemerolehan bahasa.
Tidak ada komponen lain (baik komponen kognitif maupun afektif) selain LAD yang
beroperasi sewaktu proses pemerolehan bahasa berlangsung. Hal ini
mengimplikasikan bahwa proses pemerolehan bahasa mengikuti strategi umu tanpa
dipengaruhi faktor-faktor lain. Dalam huungan inilah kemudian Chomsky
memutuskan hipotesis universal dan adanya tata bahasa universal. Hipotesis
universal meyakini bahwa faktor linguistik lebih menentukan proses pemerolehan
dari pada faktor-faktor kognitif umum. Sedangkan tata bahasa universal
merupakan sifat yang sudah melekat dalam pikiran manusia yang terdiri dari seperangkat
prinsip umum yang diterapkan pada semua bahasa dari pada seperangkat kaidah
umum.
Implikasi lebih lanjut
pengakuan adanya tata bahasa universal sewaktu LAD beroperasi ialah bahwa
pemerolehan bahasa mengikuti tahapan-tahapan dan urutan-urutan pemerolehan yang
teratur dan sistematis. Seseorang yang belajar bahasa akan memperoleh bahasa
yang dipelajarinya secara berangsur-angsur sesuai dengan strategi umum
pemerolehan bahasa yang terdapat dalam LAD. Hal ini telah dibuktikan dengan
kajian-kajian khusus, longitudinal jangka panjang, dan lintas seksional dalam
jangka pendek.
Kasus kendali dibawah ini menyongkong
sepenuhnya pertanyaan diatas, kendali mengungkapkan “Kimmy naik sepeda” melalui
proses sebagai berikut (Saryono, 2010:40) :
TAHAP 1
baba
|
TAHAP 2
bike
|
TAHAP 3
Kimmy Bike
|
TAHAP 4
Kimmy ride bike
|
TAHAP 5
Kimmy is riding on a bike
|
Dalam penelitiannya, Klima dan Bellugi menemukan bahwa
anak-anak yang belajar bahasa Inggris sebagai B1 memperoleh negasi melalui 3
tahapan. Pertama, mereka menempatkan negasi di depan kalimat afirmatif. Kedua,
pamarkah negatif digunakan ditengah-tengah ujaran dan digunakan bersama-sama
dengan can dan do. Ketiga, kopula be dan modal will digunakan bersama-sama
dengan pemarkah negasi. Pada tahapan ini penguasaan mereka tentang kalimat
negasi hampir betul, kecuali tenses. Disamping itu, Clark (1977 : 347-351) juga
mengamati pola-pola peniruan anak terhadap pola-pola orang dewasa Clark
menemukan 3 tahapan perkembangan peniruan anak-anak tiga tahapan tersebut
sebegai berikut :
Norma Dewasa Peniruan
anak-anak
Lassie doesn’t like the water He
no like water
Does Jhonie want a car Jhonie
want car
The cat is being chased by dog Cat
chasing dog
Jill dan Peter meneliti pemerolehan morfem, dengan
menggunakan rancangan lintas seksional, sebanyak 21 anak diteliti. Kedua puluh
satu anak tersebut diuji penguasaanya terhadap morfem-morfem gramatikal (14
morfem gramatikal bahasa Inggris) berdasarkan kecermatan ujarannya. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa urutan kecermatan yang diperoleh sama atau
mirip. Hal ini berarti anak-anak menggunakan strategi umum dalam pemerolehannya
dan aktif-kreatif selama pemerolehan (Littlewood, 1985:9).
2.3 Kritik TPB Model Nativis LAD
Meskipun banyak penelitian telah mendukung pandangan
dasar TPB model Nativis LAD, berbagai kritik teralamatkan juga pada teori model
ini. Kritik-kritik dari berbagai ahli bahasa dan pengajaran bahasa terhadap
model ini terpusat pada konsep LAD yang dicetuskan Chomsky. Kritik-kritik itu
diantaranya dikemukakan oleh McNeil (1970), Brown (1980), Paivio dan Berg
(1981), dan Ellis.
Brown (1980:22) mengkritik
proposisi LAD yang dikemukakan oleh Chomsky. Dia mengatakan bahwa proposisi LAD
terlalu filosofis dan tidak memiliki landasan yang kuat. Secara ekstrem McNeil
menambahkan bahwa LAD adalah fiktif belaka, tak ada pernyataan neurobiologis
atau fisikal. Menurut Brown proposisi adanya Tuhan yang menciptakan manusia,
kita tidak tahu secara pasti bagaimana manusia diciptakan sehingga kita
mengusulkan suatu entitas sebagai pencipta manusia. Demikian juga hakikat
adanya LAD, kita sebenarnya tidak mengetahui secara pasti bagaimana anak mampu
mengolah data bahasa sehingga dia mampu mengolah bahasa pertama dengan baik. Oleh
sebab itu, kita menciptakan LAD yang kita anggap sebagai suatu pada
paparan-paparan di muka.
Sementara itu Pavio dan
Berg mempertanyakan asumsi dan pandangan dasar TPB Model Nativis LAD mengenai
kekodratian kemampuan dan kememadaian model linguistik generatif transformasi
sebagai pendekatan untuk mengkaji perkembangan bahasa. Mereka mengemukakan
bahwa walaupun ujaran-ujaran anak-anak dapat dibangkitkan melalui kaidah
struktur dasar, tetapi kemampuan itu tidak berarti kodrati atau bawaan. Selain
itu, dapatkah setiap konstruksi diperoleh melalui pengalaman? Beberapa bukti
menunjukkan demikian. Hal ini menunjukkan kelemahan TPB Model Nativis LAD yang
menyatakan bahwa peranan lingkungan kecil sekali dalam pemerolehan bahasa
pertama.
Selanjutnya, Francesto (1987:134)
juga mempertanyakan mekanisme kerja LAD pada anak-anak yang bilingual. Dia
bertanya : bagaimanakah mekanisme kerja LAD pada anak-anak bilingual dan
lingkungan diglosa ? TPB model Nativis LAD sama sekali tidak menyinggung
persoalan ini dalam paradigma teorinya. LAD hanya digunakan untuk satu bahasa.
Sebab itu, Monks menyatakan bahwa LAD tidak bisa di uji secara empiris. LAD
hanyalah spekulasi rasionalis-logis yang hanya hidup dalam pikiran manusia.
Beberapa kritik yang
dikemukakan di atas dapat dimengerti karena LAD memang sangat filosofis,
rasionalis, dan sulit sekali dibuktikan secara empiris. Chomsky sendiri tidak
pernah memberi bukti empiris melalui penelitian khusus dan longitudinal.
Meskipun demikian, tidak berarti LAD tidak dapat dibuktikan secara empiris.
Kemungkinan LAD dibuktikan secara empiris begitu besar. Bahkan adanya LAD itu
sendiri secara rasionalis-logis dapat diterima sebab tidak mungkin manusia
dapat memperoleh bahasa atau belajar bahasa tanpa mempunyai alat khusus untuk
itu. Yang tidak dapat diterima adalah penggunaan LAD sebagai satu-satunya unsur
yang menentukan pemerolehan bahasa (Saryono, 2010:44).
Meskipun mendapatkan
berbagai kritik dan sanggahan, TPB Model Nativis LAD patut dihargai dan
dipujikan seperti sama halnya TPB model pengondisian operan. Penghargaan dan pemujian
dapat berupa pembelaan dan pengakuan perannya. Baradja (1986:9) menyatakan
ketidakmengertiannya atas kritik Brown. Dia berpendapat bahwa kritik Brown
menegenai LAD kurang dilandasi oleh pandangan filosofis yang benar. Menurut
Baradja, sebuah teori memang merupakan suatu proposisi yang menurut hakikatnya
filosofis. Kekuatan suatu teori tidak terletak pada bisa atau tidaknya teori
itu diamati, tetapi terletak pada kecocokan eksplanatori dengan fakta. Atas dasar
hal ini, menurut Baradja, LAD dapat di ukur kebenarannya.
Patut dihargai dan
dipujikan juga peranan TPB Model Nativis LAD dalam memberikan ilham kepada para
linguis dan ahli pengajaran bahasa kedua untuk meneliti pemerolehan B2. Harus
diakui bahwa TPB Model Nativis LAD telah mendorong dilakukannya
penelitian-penelitian pemerolehan B2 secara sistematis dan saksama.
BAB III
Penutup
3.1 Kesimpulan
a)
TPB Model Nativis LAD atau Nativist Theory adalah
teori yang menyebutkan bahwa manusia memperoleh bahasa secara alami, teori ini
kemudian dikenal dengan hipotesis nurani yang dipelopori oleh chomsky.
b)
TPB Model
Nativis LAD Chomsky ini di topang secara kuat-kukuh dan berlandaskan oleh linguistik generatif transformasi
dan filsafat rasionalisme descrates “cogito ergo sum”.
c)
TPB model Nativis LAD menekankan spekulasi rasional
tentang proses mental yang dialami oleh pembelajar sewaktu belajar bahasa.
Pembelajar sebagai manusia dipandang selalu aktif dan kreatif.
d)
Beberapa kritik yang dikemukakan di atas dapat dimengerti
karena LAD memang sangat filosofis, rasionalis, dan sulit sekali dibuktikan
secara empiris. Chomsky sendiri tidak pernah memberi bukti empiris melalui
penelitian khusus dan longitudinal. Meskipun demikian, yang tidak dapat
diterima dari semua kritik adalah penggunaan LAD sebagai satu-satunya unsur
yang menentukan pemerolehan bahasa.
3.2 Saran
Semua perbedaan teori tentang pemerolehan bahasa
menandakan kemajemukan perhatian seluruh manusia terhadap ilmu kebahasaan.
Setiap manusia akan memilih dimana tempat dia memposisikan dirinya terhadap
sedemikian banyak teori yang ada. Semoga makalah tersebut memberikan hikmah
kepada setiap pembaca yang mengapreasiasi setiap pemikiran-pemikiran
orang-orang sebelum kita, dan semoga makalah ini
bermanfaat bagi pembaca umumnya dan khususnya bagi penyusun.
Daftar
Pustaka
Baradja, M.F. 1986. Pemerolehan Bahasa Pertama. Buku
Pegangan Pengajaran Bahasa. Malang: Fakultas Pascasarjana IKIP Malang.
Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta : Rineka Cipta.
Chomsky, Noam. 1965. Aspect of the Theory of Syntax. Cambridge,
Massachusetts : MIT Press.
Chomsky, Noam. 1968. Languange and Mind. New York: Phanteon
Books.
Chomsky, Noam. 1975. Reflection on Languange. New York :
Pantheon Books.
Clark, Hebbert H. dan Eve V Clark. 1977. Psycholinguistics. New
York : Harcourt Jovanovivich,Inc.
Pardja, Juhaya S. 1987. Aliran-aliran Filsafat dari Rasionalisme
hingga Sekularisme. Bandung : Alva Gracia.
Samsuri. 1971. Tata Bahasa Generatif Transformasi. Malang:
Tim Publikasi Ilmiah FKSS IKIP Malang.
Saryono, Djoko. 2010. Pemerolehan Bahasa. Malang: Nasa
Media.
ChaerAbdul,http://bio-sanjaya.blogspot.com/2015/03/materi-ukg-psikolinguistik-dan-teori.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar